Postingan

Doa Makhluk Ekonomi

Bogor sebelum dua babak sebuan banjir sepeda motor adalah kota yang sangat bergantung pada Angkutan Kota (Angkot). Itu adalah masa damai di mana bisnis Angkot sangat menjanjikan dan menjadi supirnya adalah cita-cita anak-anak kampung yang terkurung di antara gang sempit dan pematang sawah seperti saya. Duduk di kabin sambil menghisap rokok, musik kesukaan sepanjang hari, cuci mata melihat keramaian kota dan makanan warung yang gurih tak terkira adalah sedikit benefit dari pekerjaan idaman anak-anak itu. Dan hebatnya, bahkan di masa itu, entah bagaimana caranya, ada saja saya temui sopir Angkot yang terpaut beberapa tahun saja dari saya usianya. Padahal pada saat itu Harry Nurdianto masih belum bisa mengendalikan satu potong hatinya di hadapan si Dia di kelas sebelah, si Aa sopir Angkot malah sudah terbiasa mengendalikan empat roda mobilnya. Saya sebut dua babak serbuan, yaitu PERTAMA Serbuan motor cina (Mocin) di awal 2000an yang merusak tatanan pasar dengan harganya yang

A Piece of Paper

Jumat pagi itu semua terasa baru dan menegangkan, ini memang hari pertama saya di Jawa timur. Selepas beristirahat di penginapan kecil depan terminal Purabaya kami bertolak ke PLTU Perak di ujung timur Surabaya. Saya yang hanya memiliki Suralaya sebagai satu-satunya referensi PLTU merasa terkejut karena ada PLTU seperti Perak ini, tidak sebesar dan semegah Suralaya memang namun lokasinya hanya sepelemparan batu dari pusat kota Surabaya. Kami diberi tahu juga bahwa juru kunci (sebutan kami jika hanya ada satu orang saja yang mengoperasikan) Kimianya adalah seorang wanita. Dan saya   kaget saat yang disebut juru kunci itu datang menemui kami di tempat parkir mobil PLTU. Dengan potongan rambut yang macho , lengan baju kerja yag digulung, sepatu safety yang kasual dia berjalan cepat menghapiri kami, tubuhnya sangat bugar dan lengannya kelihatan kekar. Namun semua kesan maskulin itu runtuh seketika saat wajahnya yang bulat dan matanya yang lucu itu menyimpulkan senyum yang sangat ram