Doa Makhluk Ekonomi
Bogor sebelum dua babak sebuan
banjir sepeda motor adalah kota yang sangat bergantung pada Angkutan Kota
(Angkot). Itu adalah masa damai di mana bisnis Angkot sangat menjanjikan dan
menjadi supirnya adalah cita-cita anak-anak kampung yang terkurung di antara
gang sempit dan pematang sawah seperti saya. Duduk di kabin sambil menghisap
rokok, musik kesukaan sepanjang hari, cuci mata melihat keramaian kota dan
makanan warung yang gurih tak terkira adalah sedikit benefit dari pekerjaan
idaman anak-anak itu. Dan hebatnya, bahkan di masa itu, entah bagaimana
caranya, ada saja saya temui sopir Angkot yang terpaut beberapa tahun saja dari
saya usianya. Padahal pada saat itu Harry Nurdianto masih belum bisa
mengendalikan satu potong hatinya di hadapan si Dia di kelas sebelah, si Aa
sopir Angkot malah sudah terbiasa mengendalikan empat roda mobilnya.
Saya sebut dua babak serbuan,
yaitu PERTAMA Serbuan motor cina (Mocin) di awal 2000an yang merusak tatanan pasar dengan harganya
yang terlalu murah (maksud saya sangat ekonomis) dan mengabulkan mimpi keluarga
berpenghasilan rendah memiliki kendaraan pribadi. Pada saat itu Angkot Inc. (biar
jelas kalau ini Makhluk Ekonomi) mugkin belum merasakan panasnya panci.
KEDUA Serbuan Down Payment alias DP (Duit Panjer kata orang Betawi) dari
motor Jepang yang kian murah (eh maksudnya ekonomis) membuat jalanan semakin ramai
dibanjiri roda dua. Lalu pelan tapi pasti saat angka tahun bertambah, jumlah
penjual Mocin malah menurun. Si Mocin sempoyongan dan tak lama kemudian KO
menghilang dari jalanan. Saya tidak tahu dengan Angkot, tapi di tahun 2003
seorang Sopir Bis AKDP di Jawa timur dengan jelas mengeluhkan bahwa “sepeda (sepeda motor maksudnya) saiki kayak Laron!”
KETIGA (katanya tadi ada dua!) Orang-orang
yang sudah terbiasa berkendaraan pribadi semakin tak ragu untuk berhutang untuk
membeli sepeda motor Jepang. Semakin baik lagi (jika menurut angka ekonomi)
sebagian keluarga malah sudah mulai berani bermimpi lebih tinggi di bawah
kestabilan ekonomi masa SBY dan kedigdayaan perusahaan Financing. Yang lima tahun pertama sudah selesai melunasi kredit
sepeda motor skutiknya mulai mengincar roda empat yang kelak dijuluki Mobil Sejuta
Umat. Sebenarnya bisa saya teruskan sampai lima, tapi...ya saya kira pembaca
punya versi sendiri-sendiri tentang zaman itu.
Kita kembali ke Masa damai ya,
Kawan!
Pada masa damai itu sudah biasa
melihat anak-anak sekolah berjejer di pinggir jalan pada jam pergi dan pulang
sekolah menunggu Angkot yang tak mau mengangkut mereka. Angkot yang disopiri
Makhluk ekonomi memilih mencari penumpang karyawan yang akan memberikan lebih
banyak rupiah untuk tiap liter bensin dan keringat. Jangan lupa pelajaran dasar
ekonomi bahwa keuntungan adalah selisih dari modal dan pendapatan ya! Sayangnya
keuntungan ekonomi hanya dihitung dengan mata uang atau angka-angka neraca.
Maka wajah-wajah kecewa para pelajar yang menyaksikan angkot idamannya melaju
tanpa berhenti jadi biasa dan wajar secara ekonomi.
Saking hebatnya kebutuhan
penumpang pada Abang-abang sopir itu, mereka bisa ngetem berlama-lama walaupun
stiker di pintunya adalah "Anda butuh waktu, Kami butuh uang". Jika
saja ada semacam pengukuran integritas terhadap stiker di Angkot mungkin
hasilnya bisa merah sekali. Saya khawatir kalau semua stiker di pintu angkot
itu memang tidak layak dipercaya. Bisa saja stiker “Orang Bijak taat Pajak” itu
setara kebohongannya dengan “Ku tunggu Jandamu” kan? Maka hati-hatilah dengan
semua iklan di pintu angkot, kawan!
Ngetem lama, merokok di dalam
angkot, menurunkan penumpang sebelum sampai tujuan hingga bahkan cara mengemudi
yang membahayakan seolah sudah jadi semacam SOP
Mengemudikan Angkot. Parameter kendali mutunya bukan lagi kenyamanan,
berharganya waktu dan keselamatan penumpang tapi entahlah, saya sendiri juga
kurang tahu. Andai ada penumpang yang berani mempertanyakan SOP ini maka
jawabannya seperti sudah distandarkan juga:
"Kalo mau cepet naik Taksi aja, Bang!"
Puncak dari tingginya kebutuhan
terhadap Angkot adalah jika terjadi perselisihan harga antara Angkot Inc dengan
penumpang, di Bogor mereka akan sepakat untuk demonstrasi massal dengan cara meliburkan
diri. Penumpang yang terbiasa menjadi konsumen angkot dan tak memiliki pilihan
lain lagi paling dirugikan. Pelajar dan karyawan semua menjadi korban, lalu
dengan mengerahkan truk-truk Polisi dan TNI, Pemerintah menjadi pahlawan.
Pemerintah sepertinya hanya bisa
melakukan itu sebagai Pahlawan. Entah kenapa mereka selalu mengambil jalan
tengah dengan berunding bersama perwakilan Angkot lalu keputusannya hampir
pasti menaikkan harga. Lalu bagaimana dengan kerugian penumpang atas SOP Mengemudikan Angkot?
Pemerintah saya dengar tak pernah
ambil pusing, mungkin alasannya karena memang nihil pengaduan sehingga tidak
ada datanya. Mungkin juga pemerintah sudah mulai bergerak, di dalam atmosfer birokrasi
jangankan turun ke jalan dan menciptakan solusi, mengetik Memo Dinas saja sudah
sebuah tindakan lho. Jadi janganlah terlalu berharap pada pemerintah dan jangan
pula terlalu berprasangka buruk pada mereka!
###
Saya adalah orang yang percaya
bahwa ucapan yang keluar dari lisan dan tindakan oleh anggota badan kita adalah
rangkaian doa. Hari ini, sudah beberapa tahun belakangan ini doa abang-abang
Sopir Angkot diijabah lho, Alhamdulillah kan?
Dari pada ngetem lama dan
diteriaki “mendingan naik taksi aja” saat
ini beberapa penumpang lebih memilih Taksi Online,
Alhamdulillah kan?
Dari pada membayar sama tapi lalu
diturunkan di tengah jalan, naik Angkutan Online
lebih aman karena harganya sudah jelas dari awal sebelum dipesan, Alhamdulillah.
Bagi yang tidak suka bermacet di
jalanan kota, ada Ojek Online yang
menjemput dari depan gang sampai gerbang tujuan, Alhamdulillah.
Hujan dan kelaparan, lapar dan
malas ke jalan, Ojek Online ini
mengantarkan pesanan makanan juga, Alhamdulillah.
Bagi saya, mendengar Ibu saya
diantar jemput dari Rumah ke RS untuk periksa rutin sedikit menenangkan hati. Di
saat beliau paling membutuhkan bantuan, saat anak-anaknya disibukkan kebutuhan,
doa Abang-abang Angkot yang diijabah Tuhan ini sungguh pertolongan.
Lain dari itu, di Kota-kota Angkutan
Online ini beroperasi saya jadi tahu lewat
diskusi sepanjang jalan beberapa dari mereka dulunya adalah buruh dengan
pendapatan pas-pasan bahkan ada yang awalnya tidak punya pekerjaan. Moda transportasi
baru ini memberikan seorang laki-laki mereka kehormatan sebagai kepala
keluarga, tambahan uang saku bagi mahasiswa dan keberlanjutan kehidupan
sebagian keluarga, Alhamdulillah.
Alhamdulillah, terima kasih ya
atas doa-doamu di masa lalu, Bang!
Tentu bukan hanya doa mereka yang
diijabah, doa kita yang dulu sangat berharap mendapatkan sarana transportasi
murah yang berorientasi pelanggan juga diijabahkan?
Alhamdulillah, terima kasih atas
doa-doamu, para Penumpang!
###
Eh, tunggu sebentar! Ada demo dan
kerusuhan Angkot vs Angkutan Online?
Bukankah doa-doa kedua belah pihak
sudah dikabulkan oleh Allah? Apa lagi yang kita perselisihkan di sini?
Malang, 26 Maret 2017
Pendapat pribadi
Komentar
Posting Komentar