Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Nonmuslim
Assalamualaikum.
Wr. Wb.
Pak
ustadz saya mau tanya, saya pernah membaca sebuah artikel tentang haramnya
hukum mengatakan "Selamat Natal" kepada umat kristiani. Karena
dijelaskan di situ bahwa kalau kita mengucapkan itu kita mengakui akan adanya
trinitas dan sebagainya,
Bagaimana
menurut pandangan pak Ustadz?
Terima
kasih.
Jawaban
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ucapan
selamat natal oleh banyak kalangan memang diharamkan, bahkan sampai ada yang
mengirim SMS kepada kami dengan kalimat pembuka: “INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI
RAJIUN: saya denger dari Elshinta si fulantelah mengucapkan ucapan selamat
natal...” Menurut pengirim SMS itu, ucapan selamat natal itu kontra
produktif dengan fatwa MUI tahun 1984.
Sikap
kami sendiri tentu juga tidak mengucapkan selamat natal kepada para pemeluk
agama kristiani. Selain ada fatwa yang mengharamkannya, juga mengucapkannya
saat ini jadi akan salah waktu. Sebab Nabi Isa 'alaihissalam tidak lahir pada tanggal 25 Desember, beliau lahir di
musim panas saat kurma berbuah, sebagaimana isyarat di dalam ayat Al-Quran saat
Ibunda Maryam melahirkannya di bawah pohon kurma. Saat itu Allah SWT berfirma
kepadanya:
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke
arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu”
(QS. Maryam: 25)
Jelas
sekali Nabi Isa lahir di saat buah kurma masak, dan itu tidak terjadi di musim
salju. Kecuali kalau mau dipaksakan sebuah kebohongan baru lagi. Misalnya
dikatakan bahwa Nabi Isa 'alaihissalam merupakan
penduduk Australia yang berada di Selatan Katulistiwa, di mana tanggal 25
Desember seperti sekarang ini di sana justru sedang musim panas. Tapi itupun
salah, sebab di Australia tidak ada pohon kurma, yang ada mungkin pohon kaktus.
Atau
bisa saja lahirnya nabi Isa tetap pada tanggal 25 Desember, tetapi syaratnya
kejadiannya harus di Indonesia, karena pada tanggal seperti itu di Indonesia
tidak ada musim panas atau musim dingin. Di Indonesia ada musim duren. Tapi
yang disebutkan di dalam Al-Quran adalah buah kurma, bukan buah duren. Lagian,
masak Maryam sehabis melahirkan malah makan duren? Aya aya wae.
Perbedaan Pendapat Ucapan Selamat Natal
Tentang
hukum ucapan selamat natal itu, memang kalau kita mau telusuri lebih jauh, kita
akan bertemu dengan beragam pendapat. Ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak.
Tapi ada juga yang membolehkannya dengan beberapa hujjah. Dan juga ada pendapat
yang agak di pertengahan serta memilah masalah secara rinci.
Tentu
bukan berniat untuk memperkeruh keadaan kalau kami sampaikan apa yang beredar
di tengah umat tentang hal ini. Sebaliknya, kajian ini justru untuk memperluas
wawasan kita dalam menuntut ilmu, wabil khusus tentang urusan yang agak khusus
ini.
1. Pendapat Haramnya Ucapan Selamat Natal Bagi
Muslim
Haramnya umat Islam mengucapkan Selamat Natal itu terutama
dimotori oleh fatwa para ulama di Saudi Arabia, yaitu fatwa Al-'Allamah Syeikh
Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil pendapat Imam Ibnul Qayyim
a.
Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam kitab Majma’ Fatawa Fadlilah
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403),
disebutkan bahwa:
“Memberi selamat kepada merekahukumnya haram, sama saja
apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan
seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita
dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu
bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah”.
Hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal
itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad
SAW telah diutus dengannya untuk semua makhluk.
b.
Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah beliau berkata, “Adapun
mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi
mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu
mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan”.
c.
Fatwa MUI?
Sedangkan terkait dengan fatwa MUI tentang haramnya
mengucapkan selamat natal, ketika mencari dokumennya ternyata kami kesulitan
mendapatkannya. Konon kabarnya fatwa itu dikeluarkan pada tahun 1984, seperti
yang ada dalam SMS yang kami terima. Tetapi setelah dibrowse di situs
MUI (www.mui.or.id) maupun di buku
Kumpulan Fatwa MUI yang kami miliki, fatwa haram itu tidak kami temukan. Yang
kami temukan hanyalah fatwa tentang haramnya melakukan natal bersama.
Sebaliknya, kami malah mendapatkanberita yang agak
kontradiktif dengan apa yang dianggap sebagaisikap MUI selama ini. Sekretaris
Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah itu memang pernah menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan
selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen (ritual) Natal.
Beliau mengatakan :
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi
kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual
Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam".
Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar
Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, "Saya
tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani."
Jadi mohon kepada MUI atau barangkali ada pembaca Eramuslim
yang punya salinan fatwa tersebut, tentu kami akan sangat berterima kasih bila
berkenan mengirimkannya kepada kami.
2. Pendapat Yang Tidak Mengharamkan
Selain pendapat yang tegas mengharamkan di atas, kita juga
menemukan fatwa sebagian dari ulama yang cenderung tidak mengharamkan ucapan
tahni'ah kepada umat nasrani. Yang menarik, ternyata yang bersikap
seperti ini bukan hanya dari kalangan liberalis atau sekuleris, melainkan dari
tokoh sekaliber Dr. Yusuf Al-Qaradawi. Tentunya sikap beliau itu bukan berarti
harus selalu kita ikuti.
a.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan
bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak
merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah
saat perayaan agama lainnya. Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami
tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga
negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan
ini termasuk ke dalam kategori al-birr
(perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS.
Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan tahni'ah ini
terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kami
dalam perayaan hari raya kami.
“Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (QS.
An-Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara
tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual
dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.
b.
Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs www.Islamonline.net Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa
tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah
kepada orang kafir. Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan
berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang
diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah
kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar
mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka,
melainkan hanya bagian dari mujamalah
(basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang
kebetulan berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena
ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu
seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum
ucapan natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa ucapan
tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung,
seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai
tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan
termasuk perbuatan mungkar.
c.
Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga
berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan
mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan pendapat dari dua 'kubu' di atas, kita
juga menemukan fatwa yang agak dipertengahan, tidak mengharamkan secara mutlak
tapi juga tidak membolehkan secara mutlak juga. Sehingga yang dilakukan adalah
memilah-milah antara ucapa yang benar-benar haram dan ucapan yang masih bisa
ditolelir.
Salah satunya adalah fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said,
beliau adalah profesor di bidang Ilmu Tafsir dan Ulumul-Quran di Universitas
Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhati-hati dan
memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.
a.
Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada
orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya
halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang
diperintahkan kepada umat Islam. Contohnya ucapan, "Semoga tuhan
memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda di hari ini." Beliau
cenderung membolehkan ucapan seperti ini.
b.
Tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada
orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya
haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga Tuhan memberkati diri
anda sekeluarga." Beliau membolehkan memberi hadiah kepada non
muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun
yang diharamkan Allah.
Kesimpulan:
Sebagai awam, ketika melihat para ulama berbeda pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib menghormati perbedaan pendapat itu, baik kepada pihak yang fatwanya sesuai dengan pendapat kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita. Karena para ulama tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan: 'Alaikum bi tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.
Sebagai awam, ketika melihat para ulama berbeda pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib menghormati perbedaan pendapat itu, baik kepada pihak yang fatwanya sesuai dengan pendapat kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita. Karena para ulama tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan: 'Alaikum bi tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.
Namun
selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat
mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat dua
pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat satu pahala. Semoga kita
tidak terjebak dengan suasana su'udzdzhan, semangat saling menyalahkan dengan
sesama umat Islam dan membuat kemesraan yang sudah terbentuk menjadi sirna.
Amiin
ya rabbal 'alamin.
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad
Sarwat, Lc
Rumah
Fiqih Indonesia
Komentar
Posting Komentar