Tentang Bom Buku & JIL
Oleh : Ustad Ahmad Sarwat Lc. MA
“Ustadz, punya buku yang judulnya : Mereka
Harus Dibunuh, nggak?” Begitu suara di seberang telepon sana.
“Ha? Buku apa?”, begitu jawab saya tidak
nyambung.
“Itu lho buku yang dikirim ke Ulil yang
ternyata isinya bom, emang ustadz nggak liat tivi?”.
”Waduh, boro-boro punya, lha wong
dengernya aja baru tumben”, begitu jawab saya.
“Tetapi kenapa emangnya ente tanya buku
itu?”, saya tanya lagi.
“Begini ustadz, saya mau tanya, apa orang-orang
yang sering menginjak-injak agama Islam, lalu mengkampanyekan pluralisme kayak
si Ulil itu halal darahnya?”, begitu si penanya bertanya lagi.
“Ealah, pertanyaan kok kayak gini. Emang nggak
ada pertanyaan yang lain? Tentang wudhu kek, tayammum kek, atau shalat jenazah
gitu”.
“Bukan apa-apa ustadz, tapi saya juga sering
ditanya kayak gitu. Apa halal darahnya si Ulil? Kalau halal, berarti kita boleh
kirim bom biar mati?”
Astaghfirullah, spontan saya kaget dengan
pertanyaan bernada menghujat seperti itu. “Ya akhi, ente boleh kagak setuju ama
tuh si Ulil yang selalu koar-koar bilang semua agama sama aja. Dan juga
sering bilang pastor dan pendeta juga orang baik dan bisa masuk sorga. Ente
juga boleh kesel dan sakit hati kalo liat tuh Ulil selalu ngebelain Ahmadiyah.
Tapi kalau sampai main bunuh atau bikin ancaman untuk membunuh, rasanya sih itu
bukan pekerjaan orang yang baik”.
Menghadapi ulah Ulil tentu bukan dengan bom
atau menakut-nakutinya. Toh seandainya Ulil jadi korban, masih ada seribu
Ulil-ulil lain yang sekarang ini sudah dilahirkan oleh sistem kaderisasi
gerakan JIL. Diam-diam JIL itu memang terus bekerja siang malam tanpa kenal
lelah. Bukan hanya memproduksi pemikiran aneh, atau melemparkan cacian,
hinaan dan cemoohan kepada agama Islam, tetapi juga terus menerus
berkembang-biak dan menumbuhkan terus sel-sel mereka sehingga semakin hari
semakin besar. Mereka bikin radio, penerbitan, percetakan, memberi beasiswa ke
luar negeri, melakukan berbagai kegiatan ilmiyah, termasuk membuat jaringan di
berbagai kampus, pesantren. Mereka sudah menjalankan sunnatullah.
Sementara para pembela Islam, mohon maaf, mana
nih radionya? Mana TV nya? Mana korannya? Mana jaringan kerjasama dengan semua
elemen umat Islam? Mana jaringannya dengan sesama partai Islam, baik yang sudah
di DPR dan kabinet, maupun dengan yang masih ecek-ecek? Berita yang kita
baca malah kita sibuk saling tuduh dengan saudara sendiri dengan
tuduhan-tuduhan kelas kampung. Ada yang menuduh ikhwannya berzina, ada yang
menuduh murobbinya korupsi, ada yang menuduh teman sehalaqohnya menggelapkan
uang, ada yang telah memecat saudaranya dari jamaah yang dibinanya, ada yang
menuduh aktifis dakwah yang berbeda pendapat sebagai barisan sakit hati, dan
segudang (atau dua gudang) lagi tuduhan yang asyik kita mainkan.
Pokoknya, nano-nano, ramai rasanya. Seharusnya
kalau mau membungkam Ulil sih gampang. Asalkan kita kompak, seluruh elemen
umat, baik NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya, termasuk yang generasi muda,
entah itu PKS, HT, Salafi, Ansharut Tauhid, dan sejenisnya, mau duduk bareng
saling bantu dan saling kerja sama (bukan sama-sama kerja), insya Allah kita
bisa bikin banyak proyek yang bermanfaat.
Kalau perlu kita bisa bikin TV Islam yang bukan
cuma bisa dilihat lewat parabola, juga bukan level TV komunitas, tetapi TV yang
besar dan bisa ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia dengan gratis. Isinya
selain berita yang objektif, juga berisi penjelasan yang dibutuhkan umat tentang
agama Islam yang lurus. Kita punya banyak ulama dan cendekiawan yang
pandai meluruskan JIL dengan segala kelemahan logikanya. Kita punya ribuan
tokoh yang bisa dengan santai menerangkan betapa Ahmadiyah itu keliru dan
keluar dari Islam. Asalkan semua penjelasan itu diputar ulang terus-terusan,
semua umat Islam, termasuk Ulil dan Dhani Ahmad, atau Ariel Peter Pan dan Luna
Maya pun lama-lama sering ngaji juga lewat TV. Tapi kalau membungkam
pemiliran Ulil lewat kekerasan, rasanya yang rugi malah umat Islam sendiri.
Sementara Ulilnya sendiri malah naik daun.
Kembali ke urusan bom Ulil tadi, sesama anak
bangsa pun kita memang akhirnya dibikin saling tuding dan saling menyalahkan.
Sebagian bilang, pelakunya adalah orang-orang lama, yang kini bermetamorfosa
dengan modus dan cara-cara serta sasaran yang bergeser. Tetapi otaknya memang
mereka juga. Tentu pendapat ini punya alasan pembenaran sekaligus juga punya
banyak kelemahan juga.
Yang lain bilang, pelakunya tidak lain adalah
pihak status quo, yang inginnya mengalihkan isu besar versi Wikileak. Konon
secara tidak langsung, mereka yang merasa terusik dengan pemberitaan ala
Wikileak merasa perlu ada berita yang bisa mengalihkan isu. Dan
kenyataannya, benar atau tidak mereka pelakunya, pengalihan isu pun sudah
terjadi.
Tapi ada juga analisa yang lebih seru lagi,
yaitu pelakunya tidak lain ya mereka yang selama ini mendukung gerakan
Ahmadiyah, yang notabene para pembela pluralisme. Mereka mengaitkan bom Ulil
ini dengan bom Dhani Ahmad yang juga sama-sama pendekar pluralisme. Dhani
sendiri konon, menurut pengakuan dia sendiri, merasa dituduh sebagai anak
yahudi.
Tetapi lepas dari segala asumsi itu, yang jelas
pihak yang paling berbahagia adalah penulis buku tersebut. Sebab dia telah
mendapatkan apa yang semua penulis buku impikan. Ya, bukunya benar-benar
meledak!!!
Catatan Harry :
Ini merupakan tulisan Ustad Ahmad Sarwat. Kita dapat menemui beliau di www.rumahfiqih.com.
Komentar
Posting Komentar