Dua Buku yang Bertemu
Siang itu saya kembali terlibat dgn diskusi aneh. Betapa banyak energi yang
saya buang siang itu, entah bagaimana dosanya di mata Allah. Bukankah ilmu itu
rahmat yang hanya diberikan-Nya kepada yang dirahmati saja? Saya merasa bodoh
sekali. Bukankah saya tahu bahwa Imam Syafi'I rohimakumullah mengatakan bahwa :"Tidaklah aku bicara dgn
seorangpun kecuali aku ingin Allah menjelaskan kebenaran melalui lisannya atau
lisanku". Siang itu saya malu mengakui bahwa cahaya ilmu dan kebenaran
meredup dalam hati ini.
Anak itu seperti Textbook..
Pernah baca textbook kan? Kita yang pernah bermain larutan dan aneka
variable fisika kimia pasti akan teringat si bantal "Perry’s Hand
Book". Sebuah buku ajaib yang isinya sangat sakti, bahkan konon
tingkat kesaktian seorang insinyur kimia diukur dari seberapa familiar dia dgn
buku yang satu ini. Bagaimana tidak, contohnya : seseorang bisa menentukan
perkiraan kadar HCl hanya dari mengukur densitynya saja. Karena dlm textbook
disebutkan kalau density HCl berbanding lurus dgn kadarnya. Bayangkan berapa
banyak biaya yang dihemat dari penggunaan textbook itu. Tanpa perlu lakukan
pengujian kimia yang njelimet, tak perlu beli dan pelihara alat kaca yang mahal
nan gampang rusak dan tak perlu membayar analis kimia berikut resiko-resikonya.
Tapi apakah textbook itu selalu benar?
Mari kita bertanya pada HCl 5 % yang digunakan untuk mengacid cleaning
suatu sirkuit tertutup. HCl itu, seiring waktu akan bertambah densitynya akibat
banyaknya pengotor yang dicucinya. Namun bukannya naik kadar HCl-nya seiring
naik density tapi kadar malah semakin rendah, lebih lanjut prosedurnya meminta
agar kadar HCl itu dinaikkan dgn menambahkan sejumlah HCl pekat. Kelak jika HCl
itu tidak diganti dgn yang baru tidak mustahil densitynya akan menyaingi HCl
pekat.
Itulah yang ada di kepalanya, anak itu berbicara seolah dunia ini
mengacu pada textbook. Saya mengerti dgn bagusnya transkrip nilainya, apalagi
jika itu dikeluarkan oleh kampus favorit. Orang-orang tidak berizasah seperti
saya mungkin tidak pernah berkesempatan untuk menikmati textbook-textbook
semacam itu. Tapi bukan hanya itu yang sangat mengganggu saya hingga tulisan
ini menyalib tulisan lain yang rencananya akan dilaunch minggu ini.
Notebook Lusuh di Saku..
Saya adalah teknisi yang bekerja di tempat yang sama selama hampir
sepuluh tahun terakhir. Selama itu saya telah menguji puluhan mungkin ratusan
sample, membuat banyak bahan kimia dari skala teknis sampai pro analisa. Tidak
lupa saya pun sudah membukukan buanyakk sekali kesalahan. Khususnya
kesalahan-kesalahan itu lah yang membuat saya kaya, kekayaan yang saya wariskan
kepada junior-junior sekarang ini.
Hampir semua tertulis di sebuah notebook (buku catatan bukan laptop) lusuh yang saya bawa ke
mana-mana. Begitu lusuhnya karena sering saya lipat-lipat. Ditambah keringat dan
coretan-coretan di kanan kiri hingga menambah kesulitan untuk dibaca. Apalagi notebook
ini ditulis tidak selalu menggunakan meja, seringnya sambil berjongkok,
berdiri, berjalan atau di bawah cipratan air hujan, sambil marah, sambil
bingung dan sering juga sambil bercanda. Makin sulit dan buram saja, dijamin
orang lain akan kesulitan membaca notebook saya.
Begitu digdayanya kah notebook itu?
Ingatkah kita pada kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet Jumbo 100
beberapa bulan lalu di Kampung saya? Bukankah SSJ100 dipiloti oleh seorang
master dgn notebook yang sangat kaya. Bisakah pilot berlatar militer yang telah
menerbangkan aneka pesawat dijadikan jaminan mutu? Rupanya bahkan dgn notebook
setebal itu kecelakaan masih saja bisa terjadi. Kita tidak sedang membicarakan
takdir lho tapi membicarakan sebuah proses.
Mana yang Lebih Baik?
Textbook adalah buku yang harus ada dlm lemari yang ada di belakang
kursi kita. Kapanpun kita membutuhkan sejumlah data ideal hasil eksperimen para
ahli, textbook adalah jawabannya. Tapi membawa textbook ke mana-mana bukan
hanya menyulitkan pekerjaan tapi juga aneh. Menyulitkan karena deretan angka
dlm tabel dan rumus sering kali baru bisa dipakai setelah dilakukan proses
interpolasi, ekstrapolasi atau perhitungan lain. Aneh karena textbook itu
terlalu lengkap, berat dan secara psikologis mengintimidasi rekan kerja. Takut
kalau tiba-tiba textbook itu dipakai ngegampar saya. hehehehe...
Notebook sesuai sifatnya adalah tempat menulis catatan kecil. Kita
menuliskan hasil pekerjaan di sana, perubahan kecil maupun besar, gejala dan
aneka variasi kerusakan peralatan. Maka itu notebook hanya memiliki satu
bahasa, khusus seperti penulisnya. Notebook seorang penggali kubur tidak bisa
dibaca seorang teknisi sepeda motor begitu pula sebaliknya, kecuali jika
teknisi yang membaca memiliki latar belakang kepenggali kuburan. Notebook
seorang koki rumah makan padang akan membingungkan koki restoran jepang kecuali
jika si koki restoran jepang adalah lulusan akademi memasak nusantara. Bahkan
kadang kala notebook seorang koki soto betawi tidak bisa dibaca anaknya sendiri
yang selama bertahun-tahun membantunya menjual soto betawi, hingga bangkrutlah
kedai soto tersebut akibat ditinggal pelanggan.
Saat Mereka Bertemu..
Namun Allah senantiasa menciptakan sesuatu dgn harmoni sempurna. Tidak
ada satupun hal di dunia ini yang saling bertolak belakang tanpa titik temu.
Keasaman (pH) yang asam dan basa bertemu dalam suasana netral menciptakan
metoda titrasi nan berwarna warni. Siang benderang dan malam gulita bertemu
saat fajar dan kala senja dalam balutan warna kemerahan yang indah di kaki
langit. Lelaki pejuang dan perempuan penyayang bertemu dalam ikatan pernikahan yang
menentramkan.
Maka pasti ada kalanya textbook dan notebook bertemu mesra.Yaitu saat pemiliknya ingin naik kelas, saat mahasiswa ingin lulus
sarjana, saat seorang konsultan ingin memberi pilihan-pilihan atau saat seorang
pemimpin harus mengambil keputusan. Mereka harus melihat textbook untuk membuat
batasan dan menyimak notebook untuk membuka kenyataan.
Asal hati tidak salah menguatkan niat maka seharusnya ilmu akan selalu menjadi
rahmat. Layaknya kapal yang kompasnya terawat, hilangnya cahaya bukan pertanda
kiamat. Jika sejak awal pertanyaan diajukan untuk mendapatkan pembenaran maka
diskusi apapun akan selalu berakhir menjadi debat.
Lalu di mana kah kita sekarang, Sobat?
Wallaahua'lam.
05092012
Haii Kang Harry..
BalasHapusSalam kenal :)
Salam kenal juga, Cecil.
HapusSaya senang ada alumni smakbo yg mampir di blog saya. Just like you see : saya gaptek & blm bisa memaksimalkan fitur2 di sini.
Terima kasih yaaa...