Akhlaq



Benar sekali bahwa Rasulullah SAW pemimpin umat, bahkan statusnya kepala negara. Inilah kurun paling baik yang pernah  dialami umat Islam. Namun ternyata Allah tidak lama memberikan kesempatan kepada beliau untuk jadi pemimpin. Sebab beliau memang tidak didesain untuk jadi pemimpin terus menerus.

Bukan apa-apa, sebab tugas utama beliau bukan sekedar jadi kepala negara. Yang jadi kepala negara bisa siapa saja, bisa Abu Bakar, Umar, Ustman atau Ali. Bahkan bisa saja orang lain lagi. Tapi yang jadi tugas utama Rasulullah SAW adalah bagaimana membina akhlaq, moral, nilai-nilai syariah dan mental umatnya.

Mau sehebat apapun pemimpinnya, kalau moral rakyatnya rendah, akan percuma saja.  Boleh saja kita kagum pada pemimpin Singapura yang berhasil menjadikan kota itu bersih, aman, nyaman, indah dst. Tetapi belum tentu pemimpin mereka berhasil melakukan hal yang sama pada Indonesia.

Kenapa?

Karena memimpin negara dengan penduduk 4 jutaan yang sudah punya kesadaran hukum tinggi, tentu beda jauh dengan memimpin 235 juta negeri yang penduduknya hidup seenaknya semau gue, jauh sekali perbedaannya. Dan kondisi itulah yang awalnya ditemui oleh Rasulullah SAW. Sebuah masyarakat Arab jahiliyah yang gagal dalam moral dan akhlaqnya.

Tatkala awalnya beliau SAW ditawari jabatan tertinggi di Mekkah, bahkan tanpa mahar, tanpa titipan, tanpa tuntutan, beliau ternyata menolak mentah-mentah. Bukan apa-apa, tetapi karena masyarakat brengsek seperti itu memang bukan butuh pemimpin, yang mereka butuhkan pembinaan  moral dan akhlaq.   Karena itulah Rasulullah SAW tidak pernah berpikir bahwa jabatan tertinggi itu sebagai kesempatan memimpin umat. Sebab yang dibutuhkan bukan pemimpin, tetapi pembinaan dan bimbingan moral. Perbaiki dulu moral dan akhlaqnya, siapkan dulu kesadaran mentalnya, isi dulu aqidahnya, nanti kalau mayoritas masyarakatnya sudah berakhlaq, barulah kepemimpinan itu akan efektif.


Rasulullah SAW tidak pernah berkata bahwa dirinya diutus untuk jadi kepala negara. Tetapi beliau ditugaskan untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlaq masyarakat. Dan hanya masyarakat yang berakhlaq mulia saja yang akan melahirkan pemimpin berakhlaq mulia.

Catatan Harry :
Tulisan ini merupakan status facebook dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc. MA. yang saya sambungkan dan ditulis ulang di sini demi untuk kepentingan dakwah semata. Pembaca dapat menghubungi Ustad Ahmad Sarwat di halaman facebooknya di http://www.facebook.com/pages/Ahmad-Sarwat/. Selain di halaman social net beliau juga dapat dikunjungi di situs http://www.rumahfiqih.com/.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya