Koperasi : Jawaban Sebuah Doa (2)



Hal lain yang tidak terpisahkan dari ilmu ekonomi adalah ilmu manajamen SDM. Jika ilmu keuangan adalah darahnya ekonomi maka ilmu manajemen SDM ini adalah ototnya ekonomi. Otot tentu lebih keras dan padat dari darah dan yang sudah dipastikan kehilangan darah maupun otot akan mematikan organisasi. Semakin cepat dan semakin deras darahnya hilang semakin berbahaya kesehatan organisasi dan semakin cepat dia bisa mati. Tapi kehilangan otot mungkin tidak akan terjadi dalam waktu singkat, perlu waktu untuk otot itu terluka, terinfeksi kuman lalu membusuk dan pada akhirnya menjadi beban yang harus diamputasi dari organiasasi, yang jika terlambat diatasi akan menyebar ke seluruh anggota tubuh.

                Dalam kaca mata bisnis, “Jasa Sewa Kendaraan” dan “Jasa Cleaning Service” hanyalah contoh tiga kata dalam kutip yang eksistensinya dilihat dari naik turunnya keuntungan terhadap kewajiban dan asset. Tapi saat kita menyelam lebih dalam kita akan melihat bukan hanya sekedar angka-angka dalam catatan, tapi anak-anak yang bersekolah, rumah tangga yang berjalan dan mungkin juga nafkah orang tua yang digantungkan pada tiga kata dalam tanda kutip tadi. Itu semua adalah tentang manusia yang hanya bisa diurus oleh manusia atau dalam bahasa sederhana disebut memanusiakan manusia.

                Sebenarnya pada saat tergabung dalam organisasi dakwah kampus saat SMA dulu, saya pernah menjadi promotor restrukturisasi organisasi. Saat itu karena melihat betapa lamban dan tidak nyamannya rantai komando yang gemuk saya mengusulkan memberhentikan lebih dari 60 % pengurus. Sebagai orang ketiga dalam organisasi, suara saya sangat kuat di Dewan pengurus walau saya tahu sebagian senior kami menentangnya. Bagi saya bukan masalah berapa besar organisasi dakwah itu, tapi selayaknya Prajurit Badar yang mengalahkan Kaum Kafir Quraisy dengan jumlah SDM tiga kali lebih banyak, kemenangan akan diberikan Allah pada mereka yang berkualitas walau sedikit jumlahnya.

                Restrukturisasi yang kami jalankan dibarengi dengan peningkatan soliditas ke dalam, penguatan fungsi kerja dan perekatan hubungan antar personal. Maka atas izin Allah, dalam praktiknya  paska restrukrusiasi tersebut organiasasi dakwah kami mampu bekerja lebih efisien, jiwa korsa dan hasil kerjapun meningkat drastis. Berjalan bersama waktu senior-senior dan rekan kerja kami yang tidak sejalan pun mulai melihat visi di balik restrukturisasi tersebut. Dalam banyak hal, keberhasilan hanyalah satu-satunya bahasa yang bisa membungkam para kritikus dan akhlak adalah satu-satunya cara merangkul mereka semua masuk ke barisan kita.

                Namun Koperasi bukanlah lembaga nirlaba bervisi dakwah, ini adalah lembaga yang salah satu tujuan pendiriannya adalah sebagai pencetak laba. Ratusan orang yang terikat sebagai anggota koperasi adalah pemilik modal dan pengguna jasa di satu sisi menginginkan laba sebesar-besarnya, di sisi lain terdapat ratusan orang yang nafkahnya ditanggung bisnis koperasi. Para pegawai koperasi itu ada kalanya juga memiliki hubungan langsung dengan anggota koperasi pemilik modal berupa hubungan kekeluargaan maupun hubungan balas budi. Sehingga pola hubungan antara anggota dan pegawai menjadi lebih rumit dari seharusnya. Maka saat kami harus menegakkan disiplin, terasa benar rumitnya pola tersebut. Tentu saja sebagai pemimpin, ketegasan adalah harga mati dan mencla mencle walaupun sedang melanda bangsa ini bukanlah pilihan yang bisa diambil.

                Lebih dari sekedar pola yang rumit, satu hal yang paling berat bagi saya di bidang manajemen SDM adalah tanggung jawab ukhrowi dari suatu kepemimpinan. Sulit membayangkan ada seorang pegawai merasa terdzolimi lalu mengadukan masalahnya kepada Allah di atas sajadah dengan berlinang air mata. Doa orang yang terdzolimi tidak ditolak oleh-Nya dan pemimpin dzolim tak dilindungi-Nya di Hari Pengadilan kelak. Sayapun adalah seorang pegawai yang jangankan hukuman, penilaian yang bias saja pernah terasa begitu menusuk. Terlebih jika  itu menihilkan, diberikan setelah kita mengerahkan semua kemampuan kita untuk memberikan yang terbaik. Bagi para pemimpin, percayalah kalau permintaan maaf mungkin bisa meringankan beban moral anda tapi tidak membantu bawahan anda menyembuhkan luka!

Lagi pula sebagai seorang suami, ayah dan anak yang besar dalam kesulitan ekonomi di masa muda saya jadi bisa membayangkan bagaimana efek keputusan manajemen SDM bagi keluarganya. Karena senakal apapun seorang pegawai, anak dan istrinya mungkin tidak tahu apa-apa dan mungkin tidak adil bila ikut tertimpa akibatnya. Tapi pada akhirnya, dengan niat yang kami coba lurus-luruskan, dengan cara yang kami halus-haluskan dan hati yang kami teguh-teguhkan, keputusan untuk membersihkan kami ambil juga.

                Tuhan mungkin tidak berkenan memberi saya kesempatan meraih pendidikan sebagaimana saya panjatkan dalam doa-doa. Tapi jelas sekali Tuhan memberikan apa-apa yang saya butuhkan, lebih dari sebuah silabus mata kuliah tapi praktikum di Lab yang nyata. Lalu apakah saya akan berhenti berdoa setelah ini? Tentu saja tidak, malah saya akan meminta diberi kesempatan belajar hingga jadi Guru besar.

                Amiieen…

Semarang, 1 April 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya