Benchmark : Back to The Future


Sudah lebih dua tahun sejak saya secara berkelanjutan menulis catatan lepas di Blackberry seperti ini, yang awalnya karena acara benchmark. Saat itu saya ditugaskan benchmark Lingkungan ke PJB Muara Tawar di Bekasi bersama Nia. Pengalaman itu dulu saya tuliskan dalam dua seri tulisan yang saya buat di dalam kamar mess yang saking barunya masih bau cat (dan itu membuat saya mual), di KRL Jakarta Kota-Cilebut dan disempurnakan berkali-kali di Malang. Saya pun masih ingat kesan pertama saya saat masuk ke gerbang unit pembangkitnya : Its smiling!. Dan hebatnya, itulah juga kesan pertama saya saat masuk ke gerbang PJB Gresik kemarin. Rupanya Smiling Powerplant begitu dijiwai oleh rekan-rekan PJB.
Kalau dulu kami datang ke sana dalam misi Proper sehingga perhatian saya sangat tersita untuk masalah lingkungan. Kali ini tugas jalan ini khusus mengamati sisi kimia pembangkit, sisi yang saya kurang saya sukai. Meski begitu judul penugasannya, kali ini pun saya justru tidak melihat ke sana, ada hal lain yang lebih seru untuk diperhatikan selain kimia. Menjawab pertanyaan Supriadi, saya katakan saja bahwa saya memperhatikan diri saya sendiri.
Memoar Tiga Dimensi
Taman-taman di sana memang tertata indah, tata bangunannya estetis namun juga fungsional, lorong-lorong interiornya hanya selevel di bawah bandara Juanda dan keramahan orangnya sangat mengindonesia. Tapi siapa sangka di balik pintu Lab kimianya saya masih akan bertemu beberapa kawan lama. Di antaranya ada Conductivitymeter merk Horiba yang sudah kami pensiunkan delapan tahun lalu, ada juga magnetic stirrer jompo yang masih anggun duduk di meja. Mereka itu adalah kawan lama saya, sepuluh tahun lalu saat conductivity steam PLTGU masih 20 µS/cm. 
Andai mereka hidup dan bisa bercerita mungkin kami akan reuni sebentar di sudut Lab. Lalu masing-masing akan mentertawakan saya yang dua minggu berturut-turut mondok di Lab, mengkaji ushul fikih dari kitab-kitab kimia dan suhuf-suhuf sisa proyek sambil bertahan hidup dengan ransum Indomie tiap malam demi menurunkan EC steam menjadi 5 µS /cm seperti saat ini. Mereka juga akan bercerita bahwa di malam-malam sepi itu saya biasa bernyanyi-nyanyi. "Ke Jakarta aku kan kembali..." nya Koes plus sampai "syahdu"nya Soneta.
Bukan hanya alat-alat lama yang membangkitkan romansa, budaya dan sistem manajemen di Lab kimia itupun begitu terjaganya keasliannya. Rasanya andai Pak Lasini, bos pertama saya datang ke sini, beliau akan merasa kembali muda. Seru rasanya melihat bagaimana siswa-siswa PKL menyetorkan hasil kerjanya kepada bos yang mencatatkannya lagi ke sebuah buku besar. Sejak kesadaran bersistem saya gulirkan, kami di Grati telah berkali-kali mengubah fisik si Tuan besar, kini kami beroperasi setengah paperless. Ke depan saya berharap kami bisa mencatat secara real time di web. Untuk seorang yang begitu tidak menyukai kimia saya masih cukup kreatif ya? Ah, jangan begitu, masih ada ide lain tentang Kimia yang belum saya keluarkan.
Fenomena Aquarium Kosong
Ibrah penting benchmark ini adalah saya melihat dua kondisi yang saling terkait, saya menyebutnya fenomena aquarium kosong. Bayangkan aquarium yang hanya diisi air tanpa ikan, biarkanlah saja aquarium itu di atas meja. Satu dua minggu mungkin airnya tetap jernih tapi satu dua bulan debu akan menempel pekat dinding luarnya dan tiga empat bulan lumut akan menghadirkan warna semu hijau dinding dalamnya. Jika cuaca cukup mendukung maka jentik-jentik nyamuk akan muncul lebih cepat dari lumutnya.
Kondisi pertama, ini berawal dari tingkat turn over pegawai di lab kimia yang sangat rendah bahkan nyaris minus. Tidak aneh saat Bos saya datang bertemu Bos Lab sana mereka mengobrol begitu erat layaknya teman lama seperguruan. Karena mereka memang teman seperguruan, satu almamater dan satu angkatan rekrutmen. Sisi positifnya adalah bidang kimia ternyata dipegang di tangan yang tidak diragukan lagi sangat berpengalaman. Tapi sisi lainnya (saya tidak suka mengatakan ini negatif) orang-orang yang berpengalaman itu lambat laun akan usang. Jika mereka tidak juga kelihatan usang maka sekali-kali kirimlah ke seminar kimia umum yang biasa diadakan perusahaan kimia swasta. Kita mungkin terlihat tua saat umur kita bertambah angkanya tapi kita lebih sering tampak tua saat duduk di samping anak yang lebih muda. Teknologi informasi mendorong dunia kita berubah cepat sekali, sumber-sumber ilmu pengetahuan menjadi saling terhubung satu sama lain. Maka usang adalah debu dan lumut yang mengotori dinding aquarium, mereka pasti datang.
Kondisi kedua,  tingkat turn over rendah tidak hanya menghasilkan ahli-ahli hebat nan mudah usang tapi juga mengundang kerusakan budaya kerja. Kebosanan biasanya disebut sebagai penyakit paling mula di situasi Lab kimia, tapi berdasarkan pengalaman saya perasaan diri berpengalamanlah yang daya rusaknya paling besar. Saat kita merasa sudah ahli nan berpengalaman kita jadi tidak merasa perlu memeriksa lagi pekerjaan yang janggal, sering lupa rumus dasar hitungan bahkan bagi beberapa yang culas jadi suka mengarang angka. Saya sepenuhnya setuju dengan twittnya Hariadi : "orang berilmu tanpa etika lebih berbahaya daripada orang tidak beretika tanpa ilmu". Tidak punya twitter? Oh, kamu benar-benar segera usang!
Kerusakan akan bertambah jika struktur SDMnya berlapis-lapis. Di plant yang tingkat kompleksitas dan beban kerjanya luas seperti mereka, penggunaan tenaga bantuan non organik mungkin sangat diperlukan. Personil organik secara ekonomis tidak boleh habis waktu dan energinya untuk mengerjakan hal yang tidak membutuhkan level kompetensi tajam. Tapi jika tingkat kompetensi dan beban pekerjaan personil organik tidak seberapa tinggi maka kehadiran pembantu akan membawa dampak yang kurang baik. Bagaimanapun seorang Teknisi adalah First liner yang sebagian kompetensinya didapat dari pertemuan yang intens dengan mesinnya. Maka menurut saya tidak boleh ada orang lain di antara dia dan mesin yang dirawatnya. Lagi pula awal karir saya di Jawa timur dulu, kami punya dua orang pembantu non organik yang menyertai dua orang pegawai organik tapi conductivity steam tetap saja > 20 µS /cm. Kondisi kedua ini layaknya kemunculan jentik-jentik nyamuk, kita masih bisa mencegah penyakitnya dengan membersihkan jentik-jentiknya.
Kilometer Nol
Apapun yang saya tulis di atas itu hanyalah pengamatan berdasarkan sedikit pengetahuan yang saya miliki. Secara auto pilot saya rupanya telah mengaudit suatu tempat di detik pertama saya melewati pintu masuknya. Itu adalah salah satu kebiasaan buruk saya yang susah hilang akhir-akhir ini.  Saya adalah orang yang sangat percaya bahwa kerugian adalah saat hari ini sama dengan hari kemarin. Bagi mereka yang meyakini bahwa ikhlas adalah sepenuhnya pasrah menerima apa yang diberikan mungkin saya dianggapnya sangat ambisius. Tapi mungkin mereka lupa kalau Rasulallah SAW saja yang 24 karat kadar keikhlasan dan kepasrahannya kepada Allah masih menerima perintah hijrah dari siksaan Mekkah ke kehidupan Madinah.
Saya menyampaikan kepada Dhini bahwa ada beberapa permasalahan yang sebenarnya mudah saja jawabannya tapi saya diamkan karena saya tidak punya alasan untuk menjawabnya. Saya telah melewati banyak hal sepuluh tahun ini, banyak hal yang pada akhirnya hanya membawa saya kembali ke Kilometer nol. Tapi saat benchmarking itu, di sana saya melihat sebuah tugu peringatan. Tugu itu menyatakan bahwa ternyata saya tidak berdiri di Kilometer nol selama ini. Saya yang telah memilih untuk bergerak, dipertemukan dengan orang-orang dinamis telah mampu menggerakkan Lab sejauh ini. 
Melihat Lab kami yang sekarang telah jauh berubah adalah kemenangan besar dan memberikan kepuasan tersendiri. Menjadi kemenangan besar karena kami bertarung hampir sendirian dengan begitu sedikitnya dukungan karena atasan kami tidak melihat visi yang kami bawa. Secara pribadi tentang kepuasan ini saya katakan karena saya yang mendrive perubahan ini "hanyalah" lulusan SMK, di tempat lain saya melihat mereka yang lulusan perguruan tinggi ternyata takluk pada "keikhlasan dan kepasrahan". Mungkin itu jugalah yang menyebabkan Dhini dkk sepakat menolak ide saya untuk down grading Lab walaupun tujuannya untuk menaikkan sinergi. Ya, kemenangan itu sama seperti kemalangan, kalau dibiasakan bisa menjadi budaya.
Tahun 2013 ini memang tahun yang berat untuk karir dan pekerjaan saya. Tapi Tuhan melalui kegagalan dan kesulitan itu rupanya memberi saya begitu banyak pelajaran. Selain memurnikan niat saya bekerja dan belajar, tahun ini Tuhan mengajarkan saya mengenali banyak orang. Antara kawan, lawan dan berbagai tipe kepemimpinan. Saya merasa tidak ada kilometer yang benar-benar nol. Dan saya bersyukur saya tidak melaju sendirian, secara profesional saya berjalan bersama teman-teman di Lab sebagai tim.
Forever Young
Hal baik lain yang didapatkan di benchmarking kimia ini adalah perasaan lepas. Kalau dulu saya merasa pekerjaan ini adalah segala-galanya, maka kini melihat bagaimana senior-senior kami di sana bekerja saya jadi berfikir sebaliknya. Seorang filosof Friedrich Nietzsche Mengatakan bahwa manusia selalu bisa menemukan cara selama mereka memiliki alasan. Sementara saya di meja rapat sering kali hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum saat tidak ada alasan yang cukup untuk menyampaikan jawaban yang sebenarnya sudah ada di ujung lidah. Kini saya merasa jauh lebih santai saat meninggalkan pekerjaan menjelang libur atau mematikan handphone di hari libur. Tak ada perasaan berhutang lagi seperti dulu. Setelah sepuluh tahun selalu kelelahan, ini waktu yang tepat untuk meletakkan beban pada porsinya.
Dan sama seperti hal yang lainnya dlm kehidupan, kita pun bebas memilih untuk bersikap. Saya tidak bisa mengatur air di aquarium itu, saya tidak bisa mencegah debu, lumut dan aneka jentik muncul di sana. Saya memilih menyuburkan mimpi saya tentang sekolah yang lebih tinggi, bekerja di tempat yang lebih baik, mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, bekerja dalam tim yang lebih sinergis, dan lain-lain.  Hal-hal itu tidak akan mengubah nasib saya hari ini seketika tapi dengannya saya bisa tetap berusaha untuk menjadi lebih positif. Dan dengan menuliskan ini, saya secara terbuka meminta kalian berdoa.
Tulisan ini saya buat di hari ulang tahun saya yang kedua puluh sembilan. Bukan hanya dibuat untuk mengingatkan saya tentang berkurangnya jatah umur tapi menyemangati saya untuk tetap berkontribusi. Saya diingatkan bahwa bahkan dlm keterbatasan saya pernah berkarya. Bahwa persepsi buruk orang lain tentang saya, office politic bahkan pertambahan usia bukanlah alasan untuk menjadi lemah, usang dan tua. Saya memilih untuk tetap berkontribusi.
Saya akan menutup tulisan ini dengan kalimat dari seorang supervisor kimia PT Petro Kimia Gresik yang menyemangati saya. Kami acap bertemu dalam proses sampling di plant tetangga. Beliau sudah menjelang pensiun tapi tetap bersemangat mengawal anggota Timnya bekerja ke mana-mana. 
"Jadilah buah yang selalu mentah, karena saat kamu merasa matang maka kamu akan segera busuk!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya