Serial Muharram 2 : Sunnah Muharram



Oleh Ustad Ahmad Sarwat Lc. MA.
Di bagian pertama serial ini sudah disinggung tentang orang yang suka berfatwa bid'ah atas amalan yang tidak ada nash shahihnya, maka pada seri kedua ini kita akan bahas sekilas tentang amal yang 100% disepakati kesunnahannya oleh semua pihak, khususnya yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram.
Amal sunnah itu adalah puasa sunnah, khususnya tanggal 10 Muharram, dan tambahannya tanggal 9 Muharram. Istilah yang juga populer untuk kedua hari puasa ini adalah Asyura dan Tasu'a. Asyura berasal dari kata asyarah yang berarti sepuluh, sedangkan Tasu'a berasal dari kata tis'ah yang berarti Sembilan. Saking terkenalnya tanggal 10 bulan Muharram ini, sampai-sampai orang Jawa lebih kenal tanggalnya dari pada bulannya. Mereka bahkan mengganti nama bulan Muharram dengan nama tanggal 10, menjadi bulan Suro. Asalnya dari Asyuro, tapi disingkat menjadi Suro. Lucunya, ada istilah malam satu Suro, yaitu malam tanggal satu bulan Muharram. Tapi kalau disebut malam satu Suro, kan jadi rancu.
Sebuah keterpelesetan yang entah disengaja atau tidak, tetapi memang sering terjadi. Misalnya, seorang kerabat yang tinggal di Australia kemarin kirim kabar, bahwa dirinya sedang berlibur di Bali. Kapan-kapan kalau ada waktu, mau ke Indonesia. Gitu isi pesannya. Saya bilang, eh mas londo, sampeyan iku neng Bali yo wis neng Indonesia. Lha wong pulau Bali itu adanya di dalam negara Indonesia. Terus dia jawab, Ow sorry, saya baru tahu kalau Bali itu adanya di Indonesia. Halah
Puasa Sunnah
Pada tanggal 9 dan 10 dari bulan Muharram, Rasulullah SAW memerintahkan kita berpuasa, meski pun hukumnya bukan menjadi kewajiban. Kedua puasa ini disyariatkan dengan status sebagai puasa sunnah bukan wajib, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini :
هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ  وَلَمْ يَكْتُبِ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَأَنَا صَائِمٌ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: "Wahai penduduk Madinah, dimana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Ini hari Assyura, dan Allah tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka" (HR Bukhari)
Juga ada hadits lainnya berikut ini :
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ r فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ عَاشُورَاءَ  فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالُوا : يَوْمٌ صَالِحٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِي إسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى  فَقَالَ : أَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ


Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa, beliau pun bertanya, "apa ini?". Mereka menjawab: "Ini hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada hari itu. Maka Rasulullah SAW menjawab: Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhari)
Adapun keutamaan shaum tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Abu Qatadah, bahwa shaum tersebut bisa menghapus dosa-dosa kita selama setahun yang telah lalu.
Meluaskan Belanja
Sedangkan amalan di luar puasa, memang banyak. Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang keshahihan haditsnya. Di antara yang diperselisihkan adalah tentang meluaskan belanja. Ada sebuah hadits yang menyebutkan tentang anjuran untuk meluaskan belanja di hari 'Asyura, yaitu :
Dari hadits Abi Said Al-Khudhri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa yang meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan meluaskan atasnya belanja selama setahun”.
Oleh sebagian ulama hadits, hadits ini dilemahkan, namun sebagian lainnya mengatakan hadits ini shahih, lalu sebagian lainnya mengatakan hasan. Yang menshahihkan di antaranya adalah Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu Nashiruddin. As-Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa karena begitu banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini menjadi hasan bahkan menjadi shahih. Sehingga Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Ikhtiyarat termasuk yang menganjurkan perbuatan ini di hari Asyura.
Bersedekah
Pada hari itu juga disunnahkan untuk bersedekah, menurut kalangan mazhab Malik. Sedangkan mazhab lainnya, tidak ada landasan dalil yang secara khusus menyebutkan hal itu dan kuat derajat haditsnya. Karena mereka mendhaifkan hadits di atas.
“Siapa yang puasa hari Asyura, dia seperti puasa setahun. Dan siapa yang bersedekah pada hari itu, dia seperti bersedekah selama setahun”.
(bersambung)
Catatan Harry :
Tulisan ini merupakan status facebook dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc. MA. yang saya sambungkan dan ditulis ulang di sini demi untuk kepentingan dakwah semata. Pembaca dapat menghubungi Ustad Ahmad Sarwat di halaman facebooknya di  http://www.facebook.com/pages/Ahmad-Sarwat/. Selain di halaman social net beliau juga dapat dikunjungi di situs www.ustsarwat.com dan http://www.rumahfiqih.com/.

Gambar dari : www.bersamadakwah.com/2010/12/khutbah-jumat-internalisasi-nilai-dan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya