Jeranjang : Gili Nanggu


7.

Sewaktu masih SD, Papa mengajak saya dan Dwi adik laki-laki saya berlibur ke Pelabuhan Ratu Sukabumi. Papa suka mengajak berlibur dalam suasana alam. Menurut Papa mungkin tidak ada yg lebih menyenangkan dari pada berada di alam bebas. Jadi mungkin Papa merasa sangat aneh pada banyak pemuda-pemudi yg berlibur di mall hari ini. Bagi para pemuda zaman sekarang mungkin berlibur itu diartikan sebagai saat memanjakan diri bukan menyusahkan diri.

Hari itu adalah hari jumat yang cuacanya cukup cerah untuk bermain di pantai tapi tidak demikian yg terjadi. Kami naik sepeda motor dari Bogor dengan perkiraan waktu tempuh kira-kira 3,5 jam. Sepanjang perjalanan kami sangat menikmati pemandangan pegunungan, perkebunan, sungai yg berjeram-jeram dan semua yg sebelumnya hanya bisa kami tonton di TV. Tapi bagaimanapun berpengalamannya Papa memacu si gaek Honda Astrea 800 tetap saja kami masih anak-anak. Kami segera tertidur di belakang badan Papa hampir di seperempat perjalanan Sukabumi-Pelabuhan ratu yg berkelok-kelok itu.

Dwi bisa tidur dengan cukup karena saya masih memegangnya dari belakang tapi saya tertidur ayam berkali-kali karena masih menyadari saya bisa saja terjatuh ke jalan. Papa bukannya tidak tahu kami tertidur, dipukulnya kaki saya kalau beberapa saat saya tidak menyahut panggilannya. Tentang mengantuknya karena kami memang berangkat sangat pagi saat itu tapi pemandangan, suhu dan anginnya benar-benar membuai. Hingga akhirnya saya jadi mabuk kendaraan dan sesampainya di pantai saya malah tidur di salah satu kios kaki lima yang sedang libur berdagang.

Dari pinggir jalan sambil menahan mual dan pusing saya melihat Dwi bermain pasir bersama Papa. Lalu karena itu hari jumat dan Papa harus solat jumat kami segera pergi meninggalkan Pelabuhan ratu. Papa kemudian sholat jumat di salah satu masjid di pinggir jalan entah di daerah mana. Saya lagi-lagi tertidur di pinggir jalan, di dekat Honda gaek yang diparkir di bawah pohon, hanya kali ini Dwi juga ikut-ikutan juga tidur sambil ngemper.

Setelah tumbuh dewasa barulah saya merasa ada beberapa hal yg mengganjal tentang hari jumat itu.  Yaitu bagaimana kami melanjutkan perjalanan walau dua orang yg dibonceng tengah tertidur. Apa lagi memikirkan bagaimana kami berdua tidur pulas dalam jarak kurang 3 meter dari jalur utama Bogor-Pelabuhan ratu saat semua orang sedang sholat jumat.

Semua itu benar-benar petualangan dan Papa memang selalu menciptakan petualangan. Walau sungguh saat itu saya benar-benar kecewa karena sama sekali tidak bisa menikmati hari. Saat melihat biru laut menjauh dan hilang dari pandangan di belakang Honda gaek yang membawa kami pulang saya berdoa. Hati anak kecil saya dulu berkata : "Kalo entar udah gede gua mau kerja di deket laut dan diem (tinggal) di deket gunung!".

Beberapa bulan lalu rumah kami di dekat bandara Abdurrahman saleh itu terletak di balik bukit. Ada musim tertentu yg kabutnya cukup tebal dan hawanya menjadi sejuk sekali. Rumah itu, yg menjadi perwujudan doa saya kini terpaksa hendak kami jual. Lalu dengan izin-Nya saya mengikuti program commissioning salah satu pembangkit listrik di pulau Lombok. Dan baru siang itu saya merasakan berwudlu dengan air laut yg jernih dan sholat zuhur berjama'ah di atas hamparan pasir putih.

Dengan berbekal kaca mata snorkel saya yg tidak bisa berenang ini lalu seolah masuk ke dalam aquarium laut raksasa. Di sana saya melihat apa yg Allah sediakan di balik warna biru selayang pandang. Kurang 30 meter dari bibir pantai di laut yg dangkal saya menyaksikan betapa indahnya terumbu karang menari-nari di irama arus laut. Aneka warna warni, pola dan bentuk ikan yg menjemput rejeki. Ikan-ikan dan terumbu karang itu saling memberi dan menerima dlm tasbihnya kepada Allah. Saya tidak bisa memotret pemandangan itu karena kamera kami yang sederhana. Saya juga tidak begitu hafal nama-nama species laut untuk disebutkan di sini. Tapi saya yakin bahwa Gili Nanggu adalah tempat yg harus kamu datangi untuk mencoba sekeping surga dunia bawah air.

Alhamdulillah, sebelum biru laut itu hilang dari pandangan saya sudah memanjatkan doa yg lain.

Mataram, 31 Desember 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya