Jeranjang : Warna Wajah


6.

Mungkin ini kejadian tahun 2009 karena saya tidak terlalu ingat waktu persisnya. Saat itu saya dan Dhini baru selesai dari penugasan melatih para calon operator kimia. Kebetulan juga ada kegiatan acid cleaning di salah satu plant yang limbahnya diolah ke IPAL kami. Nia adalah pelaksana kimia yg ditugaskan non shift saat itu.

Saya tidak tahu bahwa limbah itu pada akhirnya akan menjadi urusan Dept. kimia. Seperti biasa tidak ada yg memandang limbah acid cleaning itu secara serius selain masalah netralisasi keasaman (pH). Limbah acid cleaning itu ternyata walau sudah dilebur dengan aneka basa kuat berkwintal-kwintal banyaknya tetap tidak bisa diolah juga menjadi air bersih, hal membuat para master kimia mulai khawatir. Nia sudah khawatir tentang urusan limbah ini sejak saya dan dhini masih di shift.

Pagi itu saya mengulum senyum di atas tray neutralizing pit IPAL kami, rasanya siapapun yang pernah bekerja dgn saya tahu arti senyuman itu. Lalu saya kembali ke Lab dan melihat Nia memasang wajah yg khas di meja rapat, masih mengutak atik kertas untuk mencari cara limbah yang seolah tidak bisa diolah itu. Saya duduk di sebelahnya dan bercerita bahwa zat kimia yang digunakan untuk cleaning itu bersifat asam dan melarutkan banyak sekali logam. Hampir semua larutan logam dapat kita pisahkan dari limbah dengan menggunakan basa dan buffer.

Seketika wajah Nia berubah warna dan saya pun diberondong banyak pertanyaan.

"Terus limbah ini bisa diolah dong,mas?"

"Ga harus bayar PPLi kan?"

Saya berdiri, berjalan beberapa meter ke lemari buku, mengambil dua jilid Vogel dan meletakkannya di depannya.

"Kalo aku terus-terusan nyuapin kamu, kapan kamu mulai membaca buku?"

Saya pun berlalu dari ruang rapat dan hari-hari berikutnya menjadi sangat semarak. Kami bereksperimen dengan berbagai hidroksida, berkotor-kotor bersama dalam berulang jar test yang gagal. Tapi wajah memelas Nia di meja rapat itu tidak terlihat lagi.

Hari-hari ini di pesisir barat Pulau Lombok saya berada di situasi bersama beberapa orang yg memasang wajah seperti Nia di meja rapat waktu itu. Satu orang kelihatan dari kontraktor A, empat puluhan mungkin umurnya dan sangat berpengalaman di bidang konstruksi mekanis. Lalu ada seorang anak muda, fresh graduate jurusan kimia dari PTN yang disewa oleh kontraktor B. Dan satu orang seumuran dgn saya, mungkin lulusan kimia juga berasal dari kontraktor C. Mereka bertiga juga masih memiliki bos sendiri-sendiri dan diikuti oleh beberapa orang teknisi lapangan.

Masalahnya khas sekali, plant yg dibangun oleh perusahaan A, dioperasikan perusahaan B dan produknya dipakai perusahaan C kini tidak beroperasi dgn baik. Si C ingin produk sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, si B merasa belum kompeten untuk mengoperasikan dan si A bersikukuh bahwa masih ada kekurangan yg perlu diperbaiki. Mereka bertiga selalu bertemu, saling sepakat tapi sama sekali tidak bersinergi.

Sebagai pendamping tugas saya bukan sebatas mengamati dan melaporkan saja tapi juga mensupervisi. Tapi apa yg harus saya laporkan dlm situasi ini? Ini murni bukan urusan kimia. Lalu saya bertanya pada diri sendiri tentang apa yg belum dilakukan oleh teman-teman pendahulu dan harus saya lakukan sebagai nilai tambah? Saya memang tidak mungkin mengejar Sakurai tapi saya juga masih bisa mencetak angka.

Di mata saya sebenarnya semua keruwetan itu punya titik temu dan plant itu sebenarnya tidaklah rusak hanya perlu diregenerasi. Saya juga yakin mereka sudah tahu semua itu. Dalam praktiknya memahami suatu masalah dan memiliki solusinya itu adalah satu hal tapi mewujudkannya ke dunia nyata adalah hal lain. Manusia itu bukanlah mesin, dibandingkan segala kecerdasannya yg terlihat mata, apa yg tersembunyi di bawah permukaan lebih menentukan performanya.

Maka hari-hari berikutnya saya setia memasang telinga dan senyuman lebar sambil banyak menunduk kepada Bapak A selama beberapa hari demi mendengar keluhannya. Saya menemani si B di Lab tanpa sedikitpun menghakimi cara kerja dan beberapa hal "lucu" darinya. Saya juga rela berlelah-lelah naik turun tangga mengikuti si C sampling dan mengunjungi rekan-rekan teknisinya di lapangan. Intinya adalah saya berusaha mengingat semua yg disampaikan anak-anak Lab Grati tentang saya tempo hari. Saya menyadari nilai saya untuk mempraktikkan semua saran itu tidak lebih dari 5/10, tapi saya merasa lebih baik mencobanya.

Setelah beberapa hari mereka mulai berbagi kue, menawari rokok dan saling melempar guyonan dengan saya. Dan di jumat sabtu mulailah saya bicara tentang gugus kendali mutu. Kepada si A saya hanya meyakinkan betapa pengalamannya akan sangat membantu B. Kepada di B gugus kendali mutu itu saya sampaikan sambil menepuk pundaknya dan membawakan kue camilan. Dan kepada si C saya menceritakan ancaman sambil bercerita lucu bahwa targetnya tidak akan tercapai kecuali dia membantu si B. Rasanya tak ada tatapan iblis dan senyuman tajam sama sekali di sana.

Tak ada tongkat ajaib hari minggu itu, hanya matahari sayu dan ombak yg mendayu di Gili Trawangan. Saya berpuas diri berenang di pantai yang dangkal sambil mencoba menangkap ikan-ikan yg gesit. Mata saya perih terkena air laut, kaki saya lecet tergores karang dan tubuh saya terlalu lelah untuk memikirkan pekerjaan di malam senin. Sesendok madu sumbawa dicampur sedikit susu kuda liar membuat tidur saya terasa nyenyak sekali.

Tapi senin pagi itu aura plant menjadi sedikit berbeda. Si A berjalan dengan penuh percaya diri sambil melaporkan kekurangan plant yg sedang dia perbaiki. Si B sibuk membuka-buka buku logbook dan mengingatkan teknisinya sambil bercanda bahwa mutu produk adalah yg utama. Dan si C kini melakukan injeksi, blow down dan sampling berpatokan pada rencana mutu. Ketiganya melaporkan bahwa plant itu telah diregenerasi dan kini memproduksi air bermutu tinggi tanpa seorang menyebut jasanya di atas yg lain. Itulah sinergi!

Tahukah kamu apa yg paling menyenangkan di atas semuanya itu?

Beberapa tahun lalu saat kami berhasil membuat metoda pengolahan limbah cleaning, Nia menampilkan wajah tersenyum itu. Senyumnya menjadi-jadi saat limbah olahan kami sukses dibuang tanpa merusak lingkungan. Alih-alih menjadi master kimia yg tinggal tunjuk dan suruh saya memilih membidani lahirnya satu pahlawan masa depan. Dari balik kaca Lab saya menikmati moment senyuman kesuksesan Nia atas sinergi.

Hari ini para kontraktor juga menampilkan wajah tersenyum itu. Dan saya menikmati moment itu dari pinggiran boiler PLTU #1 yang mengepulkan uap buangan CBD. Rasa nikmatnya masih sama, walau tempat, asal & bahasanya sangat berbeda. Walau tanpa sepenuhnya saya tahu apakah mereka, Nia dan para kontraktor itu sukses bersinergi karena saya atau karena didorong hal lainnya.

Setelah menikmati moment wajah tersenyum itu saya hanya menunggu satu moment lagi yg hampir pasti menemui saya setelah begitu lebar senyuman dibuka dan begitu banyak tawa ditabur. Saya menunggu datangnya kegagalan. Rasanya saya semakin hafal bahwa gelap pasti datang setelah hati ini diliputi benderang.

Hanya kini saya harus belajar menjadi lebih dewasa. Bahwa kegagalan itu pasti datang setelah keberhasilan seperti pasang datang setelah surut. Bahwa rasa bahagia tidak boleh diikatkan pada keberhasilan semata. Bahwa kesyukuran kepada-Nya adalah juga atas kekalahan dan keterpurukan. Bahwa Allah membedakan kaca dan baja dengan palu yg sama.

Bahwa 2013 akan segera berlalu.

Alhamdulillah.

Mataram, 21 Desember 2013

Harry Note : Gambar berasal dari http://www.deviantart.com/morelikethis/160842595

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya