Siklus Pembelajaran

Pernah naik korsel kan?
Kalau korsel atau komedi putar itu kan biasanya kursi yang bentuknya kuda-kudaan lalu berputar horizontal 360 0. Nah kalo yang berputarnya vertikal naik turun itu namanya apa ya? Jetcoaster!
Mimpi Lama..
Sembilan tahun lalu saya pernah berdoa supaya dimutasi ke sana dan keinginan itu terus membara sampai lima tahun lamanya, Unit Pembangkit Priok. Dulu saya ke sana untuk mengantar teman saya yang beruntung ditempatkan di sana, sementara saya ditempatkan jauh sekali di Pasuruan. Sebagai orang Bogor tentu saat itu keberuntungan itu diukur dari seberapa dekat tempat kerja dari Tugu Kujang.
Setelah kira-kira sembilan tahun tidak pernah mampir lagi, kali ini saya berkesempatan untuk menengok "mantan tempat kerja impian" ini. Karena salah seorang rekan anggota tim audit berhalangan dan saya diminta menggantikannya mendampingi ketua tim kami mengaudit di sana.
Keberadaan saya di Tim audit internal sebenarnya lebih merupakan sarana pembelajaran ketimbang alasan profesional. Saya kurang mengerti bagaimana seorang teknisi seperti saya terpilih menjadi anggota Tim yang hanya dengan membaca daftar namanya saja membuat saya merinding. Jika senior yang terpilih pasti beliau punya daftar prestasi atau tour of duty, jika junior yang dipilih maka lulusan PT dengan aneka kelebihan. Saya yang bekerja belum terlalu lama dan ijazahnya diperoleh dengan sisa tenaga merasa sangat terhormat dan berterima kasih kepada IP karena mengizinkan saya masuk ke lingkungan elit seperti ini.
Sistem manajemen itu sebenarnya bukan barang baru, sejak semester 7 di Smakbo kami sudah mendapatkan materi ttg ISO, khususnya variasi Mutu, Lingkungan dan Laboratorium. Tapi materi yang sepenuhnya teori itu diajarkan supaya para lulusan Kampus Ciheuleut bisa bekerja dengan baik di perusahaan yang sudah terakreditasi ISO-nya. Maka urusan mengaudit apalagi dalam suatu proses bisnis nyata itu layaknya berenang melintasi Selat madura dibanding latihan di kolam renang hotel. Belum sampai ke Selat madura, kira-kira dua tahun lalu di ruang kelas training auditor internal saya sudah tenggelam. Tapi saya tidak panik, saya pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya dalam suatu siklus, berkali-kali. Dan kamupun pasti pernah mengalaminya.
Dulu saat masih berseragam putih biru saya bergabung dengan sebuah Perguruan Silat (PS). Selain di sekolah, kami berlatih seminggu sekali di sekitaran Jl. Dr. Semeru Bogor. Sebagai junior dulu saya rela diapakan saja oleh senior dan pelatih. Hingga tiba saat saya jadi instruktur muda, saya mabuk kuasa. Saya pernah menghukum junior lari keliling lapangan basket karena yang bersangkutan telat dan ternyata membuat dia terlalu kelelahan untuk latihan. Saya pernah menyapu (nama gerakan kaki dalam bela diri) kaki junior saat latihan kuda-kuda hingga kakinya memar. Yang  mengejutukan adalah junior yang memar itu adalah seorang anak perempuan yang cantik dan merupakan salah satu most wanted girl di angkatan saya. Maka ketika beberapa hari kemudian dengan wajah merah merona anak itu mendatangi saya di koridor sekolah (yang menghubungkan kelas-kelas) dan bercerita betapa kakinya sakit sekali saya pun segera mendapat banyak "teguran" dari para playboy cap mie ayam (yang bisanya cuma neraktir mie ayam di kantin).  Aneka kebodohan itu sangat menyakitkan dan memalukan tapi juga mengajarkan saya menjadi pelatih. Hasilnya : menjelang lulus SMP, walaupun tidak pernah menjuarai kompetisi apapun, para atlet muda memilih saya secara pribadi sebagai konselornya. Di sela-sela latihan dan sekolah mereka sering menumpahkan curhatnya kepada saya.
Pada awal dekade 2000-an, gerakan aktivis islam mencapai puncaknya, saya pun ada di sana, berguru pada aktivis-aktivis ‘98. Berbekal kompetensi Iqra 6 tanpa sengaja saya bergabung dengan barisan Almuhallilin Smakbo. Saat itu kakak kelas kami, angkatan 44 jumlahnya tidak memadai untuk membentuk pemerintahan sendiri. Kami, ikhwan 45, adalah pemain cadangan yang menikmati kesempatan untuk tumbuh secara karbitan. Layaknya barang karbitan kami melakukan aneka kesalahan pemula. Kami gagal mendapat komitmen konsensus sehingga seringkali harus menjalankan hasil rapat sendiri-sendiri. Kami dimarahi guru senior karena mendatangi rumahnya malam-malam hanya untuk meminjam tv di ruangannya untuk keperluan sebuah seminar. Entah berapa kali kami dikomplain karena ketidak mampuan mengatur acara. Hasilnya : pada saat benar2 menerima tongkat kepemimpinan kami berani merasionalisasi anggota ikhwan hingga lebih dari 60 % namun meningkatkan kinerjanya berlipat-lipat. Sebagai anggota tim ini adalah kebanggaan, tapi sebagai pribadi ini adalah pembelajaran.
Latihan kuda-kuda..
Dalam menikmati siklus pembelajaran 180 0 seperti ini saya mengingat ajaran lama dalam bela diri : kuda-kuda. Latihan kuda-kuda adalah latihan yang membosankan, gerakannya sederhana tapi melelahkan karena selama beberapa waktu kita hanya diam saja. Katanya untuk bisa merasakan kuda-kuda kami harus latihan diam dalam posisi itu kadang sambil disepaki, digandoli atau digoda, dan tentu saja kuda-kuda kami tidak boleh goyah. Goyah apalagi sampai jatuh artinya hukuman, bisa push up, sit up atau latihan tambahan kuda-kuda yang lebih lama.
Itulah yang saya lakukan di Tim audit internal ini, khususnya bila mendapat kesempatan mendampingi auditor senior seperti Pak Adji. Saya ikhlas menerima kenyataan bahwa untuk menulis sebuah temuan saja saya bisa mengulang lebih dari tiga kali. Bahwa apa yang menurut saya harus diperbaiki bisa dilakukan tanpa menuliskan apa-apa di formulir NC. Saya belajar dari beliau bahwa audit adalah proses perbaikan sebuah proses, sehingga strategi hukumnya mutlak. Mengaudit artinya boleh menginvestigasi sejauh untuk memperbaiki dan tidak boleh mengintrogasi. Saat kita kehilangan esensi perbaikan dan malah fokus pada pencarian kesalahan, maka saat itu juga kita kehilangan tujuan audit. Apalah artinya selembar NC kalau akhirnya hanya menjadi sebuah perbaikan formal. Banyak hal mungkin tidak sesuai dengan apa yang saya pelajari tapi sebagaimana latihan kuda-kuda dulu. Bukankah dalam cabang bela diri manapun tidak ada perlombaan kuda-kuda?
Lebih dalam saya belajar untuk belajar lagi, untuk menikmati yang tidak saya sukai dan menjadikannya strategi. Kalah dalam perdebatan adalah sangat tidak menyenangkan tapi dalam menghadapi auditee yang keminter hal itu harus diterima. Biarlah kita kalah debat tapi perusahaan mendapatkan perbaikan sistem. Juga belajar untuk menyukai dunia asal saya lagi, kimia, dunia kimia yang saya geluti di plant sudah semakin hambar dan tidak ada gregetnya. Bukan karena saya sudah demikian pintarnya atau bukan karena tidak ada lagi yang saya pelajari. Sepertinya sembilan tahun ini saya...yaa sudahlah!
Belajar dan menikmati prosesnya adalah bagian dari hidup kita. Saat kita merasa cukup dengan apa yang kita punya biasanya adalah saat kita berhenti belajar. Maka demi untuk meningkatkan gairah saya belajar kimia lagi saya tidak boleh berpuas diri di satu titik ini, saya tidak boleh merasa puas sebagai teknisi kimia saja. Ada banyak hal yang blm saya eksplorasi dalam diri saya, ada banyak tempat yang blm saya datangi dan saya merasa mampu sehingga harus mencoba banyak posisi yang lebih tinggi dari ini. Oleh karena itulah saya aktif  mengirim application letter. Seperti kata Sherrif Clark county di CSI s12 : "Sometimes we have to move out to move up!".
Apakah akan berhasil?
Tentu tidak ada jawaban yang mutlak untuk pertanyaan ini. Saat masih SMP saya sempat ingin jadi psikolog sehingga saya melahap buku-buku psikologi dan kepemimpinan Paman saya yang saat itu kuliah di jurusan kependidikan. Lima belas tahun berjalan, jarak terdekat saya dengan kampus psikologi adalah hanya saat psikotest.
Begitu pula saat ini, saya tidak tahu apakah semua hal yang saya pelajari, saya baca, saya tulis, saya impikan atau saya sebutkan dalam doa akan terwujud. Saya hanya memasak hidup menggunakan api passion. Mengikuti hukum kekekalan energi, apa-apa yang kita lakukan tidak pernah sia-sia. Karena Tuhan mendengar semua doa kita, mencatat semua usaha kita lalu mengatur aliran hidup kita ke tempat yang terbaik.
Maka seperti tausiyah seorang ustad di zaman saya masih jadi aktivis dulu : "Teruslah bekerja hingga lelah itu lelah mengikutimu!".
Waallaahua'lam.

10-10-2012

Catatan Harry :

Sumber gambar dari http://fnybelle.deviantart.com/art/Jet-coaster-112415123

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya