Jeranjang : Obat Kesepian
10.
Salah satu hal terbaik yang saya dapatkan dari
penugasan ini adalah kesempatan untuk banyak berfikir dan menulis. Saya dan
istri saya sejak dulu suka sekali membaca, kami punya perpustakaan kecil di
rumah untuk menampung buku-buku yang kami beli. Anggaran buku
adalah resolusi saya sejak tahun 2003, saat saya menerima gaji pertama. Karena saya
percaya awal dari segala macam kemajuan adalah ilmu, dan ilmu berbaring di
buku. Tugas kita membangunkannya dan menjadikannya berguna.
Hingga saat ini saya masih menyimpan asa untuk sekolah
lagi meski saya mungkin menolak mengambil kelas kimia. Saya yang tidak terlalu
intelek ini sangat suka membaca buku pengembangan diri, analisis ekonomi dan
manajemen. Istri saya yang terbukti pintar itu malah lebih suka membeli buku
cerita islami. Terkadang saya merasa ada yang aneh dengan manusia seperti kami.
Saya yang cenderung lemot suka memikirkan
hal yang sulit dan istri saya yang bright
membaca buku berurai air mata. Itulah mungkin yang disebut minat tak didukung
bakat.
Di Lombok, dalam kesepian saya bisa tilawah lebih banyak dan berfikir lebih
dalam dan lama. Lalu dalam keadaan seperti itu saya bisa menuangkannya dalam
bentuk tulisan lebih banyak dari pada hari-hari biasa di Jawa. Sejenak memang
saya merasa terpenjara, karantina itu diciptakan oleh ketidak mampuan saya
berbahasa sasak, transportasi publik yang kurang memadai dan jam kerja yang
panjang. Kerinduan yang begitu menyiksa
kepada keluarga sekaligus kebebasan dari rantai komando sempit membawa saya
pada situasi yang menyulitkan. Bagaimanapun
juga orang yang terbiasa dikekang tidak selalu bahagia saat memperoleh kebebasan.
Dan menulis adalah jalan keluarnya, obat dari kesesakan dan penghubung banyak hati.
Di Jawa saya hanya bisa menulis tema bebas di waktu perjalanan
dari Pasuruan ke Malang setiap pagi atau sore. Kalaupun saya menulis atau
memiliki ide tentang hal yang sifatnya teknis pekerjaan, biasanya tidak selalu
diterima. Ada ide yang bertahun-tahun didinginkan, ada yang ditolak untuk
selama-lamanya, ada yang ditolak sementara (untuk digunakan di waktu lain), ada
juga yang diterima dengan catatan. Oleh karena itulah sebagian ide saya jarang
saya ungkapkan, saya menunggu waktu yang tepat, orang yang tepat dan seringkali
ide itu hilang ditelan waktu dan lupa. Namun jika saya fikir ide itu sangat
mendesak, saya eksekusi sendiri untuk dilaporkan ketika sudah berhasil atau sudah
lebih dari setengah jalan. Ini bukan masalah komunikasi semata apalagi ditarik ke politik, saya lebih suka
menyebutnya budaya.
Di Lombok saya bisa menulis tema bebas kapan saja saya
ingat, dengan Blackberry saya bisa
membuat kerangkanya dan disempurnakan kapan waktu. Beberapa ingatan yang sudah
lama bisa dibangunkan lagi dalam situasi tertentu. Ada kalanya sebuah obrolan
kecil mengingatkan saya pada cerita-cerita lama yang dulu tak sepat saya tulis.
Untuk ide, inovasi atau pandangan apapun tentang pekerjaan bisa saya tuangkan
dengan bebas di sini, malah untuk itulah saya ditugaskan. Jaringan yang saya
bangun menyediakan tenaga ahli yang bisa saya gunakan sebagai konsultan,
internet menggantikan perpustakaan konvensional dan pengalaman saya menjahitnya
dalam laporan teknis. Maka tak perlu menunggu dan tak ada budaya yang membuat lupa.
Maka jangan heran kalau akhir-akhir ini blog saya aktif
sekali ya!
Lombok barat, 17 Januari 2014
Komentar
Posting Komentar