Jeranjang : Why am I here? (1)
8.
Why am I here?
Tiga minggu penugasan ini saya mulai bertanya-tanya
kenapa saya ada di sini.
Ini dimulai di awal bulan terakhir 2013 saat tiba-tiba
saja ada tawaran program pendampingan commissioning
salah satu PLTU baru di Pulau Lombok dan saya langsung saja mengiyakan. Seorang
senior chemist sangat lekat imagenya dengan Lab sehingga
kepergiannya seperti launching film
baru. Lalu gosip segera menyebar dari Lab hingga mobil jemputan seraya beberapa
kawan mulai menebak-nebak alasan saya pergi begitu saja tanpa banyak
konsultasi. Saya pernah beberapa kali pergi keluar plant, tapi sebagian besar untuk urusan non kimia seperti audit,
lingkungan dan kadang engineering. Beberapa
kawan menyebutkan sejumlah uang yang akan saya dapatkan sebagai kompensasi dari
perusahaan. Mungkin disangkanya saya hendak jadi pemburu dollar, entahlah itu saya atau dirinya, saya tidak tertarik
memikirkan motivasi orang.
Konon bagi beberapa orang yang memiliki posisi tertentu,
perjalanan dinas seolah menjadi tambahan penghasilan resmi. Hal itu sempat
memicu kecemburuan di kalangan yang posisinya tidak tertentu namun menginginkan penghasilan tambahan juga. Sulit untuk mempercayai cerita seperti itu. Saya sebenarnya
sedikit tersindir karena di antara kawan itu ada yang selain mengerti seluk
beluk perjalanan dinas juga sedikit mengenal saya. Di matanya saya adalah orang
yang ke mana-mana selalu mengendarai sepeda motor atau meminjam mobil mertua
dan tidak ragu-ragu mengungkapkan dengan jujur status mobil pinjaman itu. Lagi-lagi
hal ini dianggap aneh karena ada saja yang menganggap mobil adalah simbol kesuksesan
sehingga bangga sekali memasang foto mobil di profil socmednya. Entahlah kenapa saya juga tersindir saat itu.
Jangan berfikir saya tidak butuh uang lho ya, apalagi berfikir saya orang yang
merasa nyaman menggunakan mobil pinjaman! Tentu saya berharap suatu hari nanti kami mengendarai mobil sendiri. Saya hanya merasa lebih nyaman saat
orang melihat saya sebagai Harry Nurdianto saja. Mereka harusnya melihat diri
saya dari apa yang sudah saya hasilkan bukan mengaitkannya dengan apa yang saya
kendarai, gelar akademis di belakang nama, jabatan di depan nama atau bahkan
garis keturunan…walau itu semua juga penting. Oleh karena itulah saya awalnya
mendaftar, saya ingin belajar.
Kita tidak mungkin bisa memberi suatu nilai tambah jika
seharian sepanjang tahun hanya melihat lingkungan yang sama. Dari sejarah kita
belajar bahwa Islam menyebar di Nusantara dari jalur laut dan semua kerajaan
terkuat di dunia selalu memiliki armada laut yang kuat. Ini bukan tentang
lautnya lho, tapi para pelaut yang
sering bepergian biasanya memiliki visi yang lebih jauh dan lebih luas dari
mereka yang menjadi juru kunci di pegunungan. Walau ada saja orang yang
sepertiga dari waktu kerjanya dalam perjalanan ke aneka tempat dan menghadiri pertemuan
dengan aneka rupa tetap saja menjadi Juru
kunci yang senang sekali menunggu wangsit
dari atasan dari pada menciptakan perubahan. Saya tidak bermaksud mengusik
sedikitpun lewat tulisan ini mereka yang merasa menjadi Juru kunci adalah panggilan hidupnya.
Apa yang sebenarnya ingin saya pelajari?
Bagi sebagian orang yang terlalu lama di satu posisi
seperti saya biasanya akan mudah menganggap dirinya ahli. Kami yang sehari-hari
selama lebih kurang sepuluh tahun duduk di sini merasa bahwa plant adalah salah satu kamar tidur
saja. Seolah buku prosedur itu mengalir dalam nadi sehingga berbagai
permasalahan dapat diatasi dengan feeling
belaka, tentu dengan dikemas kalimat experience
is the best teacher. Seperti saya pernah singgung dalam salah satu tulisan
dulu, itu adalah penyakit. Dan ilmu adalah obat dari segala kesombongan. Maka saya
menduga hal pertama yang akan saya pelajari adalah tentang bagaimana mengatasi
kimia pembangkit thermal batu bara
berdaya rendah. Dan dugaan saya ternyata salah!
Ilmu audit, engineering,
asset management, integrated system
management dan aneka bahasa daerah yang sedikit saya kuasai awalnya saya
anggap sebagai barang illith yang membuat saya jadi chemist yang ahli bid’ah.
Chemist tapi memperlakukan lab
seperti sebuah perusahaan multinasional, chemist
tapi sering membantah perintah yang dianggap tidak sesuai kaidah atau chemist tapi hobinya menghitung statistik
dan memetakan kinerja. Intinya chemist tapi
sangat tidak chemist. Semua itu
karena barang illith itu memenuhi kepala saya dan sepertinya mengusir Vogel dan
W Harijadi * keluar dari sana. Tapi di sini saya mempelajari bahwa semua itu
bisa seiring sejalan dengan ilmu kimia.
Jadilah saya belajar menggunakan semua barang illith
itu dalam kondisi yang benar-benar nyata. Bagaimana saya menghitung MPI (Maintenance Priority Index) secara
sederhana dan menggabungkannya dengan flow
chart analysis untuk menemukan titik yang paling krusial untuk saya
perbaiki. System management itu
membantu saya menemukan setiap poin-poin penting yang harus diperbaiki. Dan bahasa
daerah itu mendekatkan saya dengan beragam etnik yang bekerja di sana. Juga hal
terbaik dari ilmu audit adalah mengetahui seberapa besar tingkat severity yang akan saya kendalikan dalam
satu kasus sekaligus mitigasinya. Dalam skala yang mikro rasanya semua nada
di kepala saya bersuara dalam suatu lantunan irama. Sungguh pelajaran Ustad
kami di kampung dulu bahwa ilmu adalah cahaya (Al-ilmu nuurun) itu benar adanya.
Dan sebagaimana seharusnya orang bekerja, saya
berangkat dalam keadaan segar di pagi hari lalu pulang dalam keadaan lelah di
sore hari. Jika malam tiba biasanya saya segera tertidur setelah menanyakan
kabar buah hati dan belahan jiwa di Pulau Jawa. Hanya sedikit hal yang bisa
membuat saya tetap terjaga dengan badan selelah itu. Salah satunya adalah bila saya
secara tidak sengaja memikirkan tentang bagaimana mungkin saya bisa memberi nilai tambah di Grati jika saya tiba
pagi hari dalam keadaan letih dan melangkah keluar kantor dengan gembira pada
sorenya.
Mataram, 6 Januari 2014
Catatan :
1.
Model dalam foto adalah salah satu teman seperjalanan
yang diambil di Pantai Senggigi saat sunset
(koleksi pribadi)
2.
Vogel adalah nama pengarang buku Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik, d an W. Harijadi adalah penulis buku Kimia
Analitik Dasar, merupakan sedikit di antara buku rujukan wajib siswa Smakbo.
Komentar
Posting Komentar