Jeranjang : Why am I here? (2)


9.
Dalam ekonomi berlaku suatu hukum bahwa yang pasti terjadi adalah ketidak pastian itu sendiri. Dan asset terbaik untuk menghadapi semua ketidak pastian itu adalah kompetensi, baik skill, knowledge maupun attitude. Pada tulisan lalu saya telah ceritakan bahwa saya belajar menggunakan apa yang disebut barang illith menjadi asset produktif. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa skill dan knowledge saya telah diasah naik ke tingkatan baru. Tapi apa yang terjadi dengan attitude?

Tidak seperti skill dan knowledge, attitude bukanlah hal yang bisa diperbaiki dalam waktu singkat. Inilah satu-satunya aspek kompetensi yang sangat bisa dirasakan dampaknya tapi sangat sulit untuk diukur. Sikap kita bukanlah seperti keahlian membuat kue yang bisa diperbaiki dengan aneka kursus, sikap kita yang terlihat hanyalah sebuah ujung puncak dari gunung es yang sebagian besar badannya tersembunyi di balik permukaan laut. Gaya berjalan orang kaya berbeda dengan gaya berjalan orang miskin. Nada berbicara seorang pejabat kepada bawahan sangat berbeda dengan nada bicara seorang bawahan kepada atasannya. Apakah mereka memiliki skill dan knowledge yang berbeda dalam berjalan atau berbicara?

Hampir pada setiap perjalanan dinas saya selalu bertemu dengan sahabat-sahabat baru. Mereka yang sebut sahabat adalah orang yang walau baru saja berkenalan dengan saya tapi tanpa ragu-ragu mengungkapkan kegundahan hatinya. Jika kepemimpinan itu diibaratkan mengoperasikan suatu mesin, maka sahabat-sahabat saya ini adalah jenis mesin yang telah bekerja dengan keras dan mulai mengeluarkan suara berderit halus, vibrasi yang menanjak landai dan kenaikan suhu yang perlahan. Adalah seorang pemimpin yang memiliki hak untuk memilih tindakannya terhadap mesin itu. Dia dapat memeriksa gejala-gejala minor tersebut dan melakukan perbaikan kecil atau menunggunya  berubah menjadi gejala mayor untuk melakukan perbaikan yang lebih mahal atau malah membiarkannya break down supaya bisa membeli mesin yang baru. Itupun jika pemimpin tersebut mampu mengenali gejala-gejala minor tersebut.

Di negeri yang konon budaya ketimuran masih dipegang teguh, mengeluh adalah suatu bentuk kelemahan terselubung dan rasa hormat pada pimpinan atau institusi tepat bekerja ditunjukkan dalam bentuk kepatuhan tanpa syarat. Konon ruang yang tersedia untuk asertifitas sangat kecil dan sekali saja pendapat diungkapkan dengan bahasa protes maka seketika itu beberapa pintu kemajuan ditutup. Sepertinya setiap orang mengaku sedang menegakkan akhlaqul karimah walau di saat yang sama mereka sepakat untuk menunda waktu sholat. Andaipun ada pemimpin yang berusaha memperbaiki mesin saat baru menunjukkan gejala minor kemungkinan besar dia akan kesulitan menemukan gejalanya karena si mesin terlalu malu untuk bersuara.

Tapi bagaimanapun juga setiap tekanan perlu pelepasan dan mereka yang terlalu pemalu untuk bersuara di rumah memilih bersuara di perjalanan kepada teman seperjalanannya seperti saya. Saya menyadari tidak memiliki jaringan atau kekuasaan yang bisa membantu mereka keluar dari masalahnya dan sayapun yakin mereka menyadari hal itu. Tapi pengalaman mengajarkan bahwa salah satu cara untuk hidup bahagia bukanlah dengan memiliki solusi untuk setiap masalah tapi memiliki pendengar yang sabar dan pesenyum yang tegar. Bila dilihat dari kedua aspek itu saya sama sekali tidak faham mengapa mereka memilih orang asing seperti saya untuk menjadi pendengarnya.

Sebenarnya apapun yang mereka ceritakan bukanlah hal yang benar-benar baru. Setiap orang yang bekerja dalam suatu struktur pasti akan mengalami tekanan dari atas, sikutan dari samping, dorongan untuk naik maupun kejatuhan yang menyakitkan. Ketidak puasan terhadap kinerja sistem, ketidak adilan gender maupun promosi jabatan adalah hal yang sangat relatif. Saya pernah menemukan seorang pegawai yang selalu merasa berhutang pada perusahaan dan ada juga yang merasa telah memberi terlalu banyak bagi perusahaan. Cara pandang dan motivasi adalah bongkahan gunung tersembunyi di bawah permukaan laut yang membuat semuanya jadi berbeda. Saya yakin sekali di posisi manapun kita berada dan dalam organisasi apapun kita bekerja maka hal-hal seperti itu akan selalu ada.

Maka kepada sahabat-sahabat saya yang sedang mendulang kecewa dan mengasah dendam saya ingin memohon maaf atas ketidak mampuan saya membantu menyelesaikan masalah kalian. Sekaligus ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas kepercayaan kalian kepada saya. Andai kalian tahu betapa parah vibrasi telah menggores motivasi saya mungkin kalian tidak akan pernah mulai bercerita. Saya diam bukan karena saya membiarkan semua itu terjadi tapi semata karena saya tidak tahu apa lagi yang bisa saya lakukan. Saya berusaha untuk memaafkan sebagaimana Buya Hamka memaafkan Bung Pram dan PKI, walau saya sungguh belum bisa.

Kita adalah Pi yang terombang-ambing dalam sekoci di samudera luas. Mungkin saja kita berlayar bersama seekor harimau Bengal yang buas, mungkin saja kita diombang-ambing badai atau tersiksa karena cuaca yang sangat ekstrim. Atau bahkan kita tidak pernah tahu pakah kita akan pernah terdampar dan ditolong orang atau tidak.  Dan bila kita menyadari ada air masuk ke dalam sekoci, janganlah malah menambah lubang  baru di dasarnya. Upaya destruktif apapun yang bisa menghancurkan kapal hanya akan membuat kita tenggelam lebih cepat. Tapi satu hal yang pasti bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, bahwa luasnya samudera itu tidak seberapa dibanding kuasa-Nya. Mungkin saja, itulah cara-Nya untuk membuat kita melepaskan kesombongan yang walaupun mungkin tak kelihatan selalu kita banggakan di saat laut tenang.

Tuhan mungkin telah sukses mengajarkan saya bagaimana membuat resolusi dan menjalankannya dengan kerja keras dan kerja cerdas, tapi tidak demikian dengan kerja ikhlas. Dalamnya kekecewaan saya, abadinya rasa sakit yang tertinggal dan beratnya rantai yang melingkari kaki ini hanyalah bukti betapa ikhlas masih terlalu jauh. Rasanya itulah kenapa saya ada di sini hari ini. Untuk mendengarmu bercerita dan menemukan diri saya ada dalamnya, Sahabat.


Mataram, 10 Januari 2014

Catatan :
1.       Foto adalah koleksi pribadi
2.        Tulisan ini adalah rangkuman dari banyak diskusi sepanjang 2012 - 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya