Fiqih Jinayat (1)


Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc.

Salah satu cabang ilmu fiqih yang barangkali paling jarang dipelajari adalah fiqih jinayat. Jangankan isinya, makna istilah jinayat saja barangkali tidak banyak yang tahu, kecuali mahasiswa fakultas syariah, atau mereka yang ngajinya rajin tidak sering bolos. Salah seorang aktifis dakwah ada yang sedang tinggi semangatnya sempat berusaha menjawab dengan segala kemampuannya ketika saya mulai mengawali kajian fiqih jinayat, "Jinayat itu kalau tidak salah potong tangan ya ustadz?".
Teman yang disampingnya memotong, "Bukan, jinayat itu yang pernah saya dengar adalah hukum pancung, kepala disabet pakai pedang langsung menggelinding di tanah. Pokoknya iiihhh...serem". Pak haji yang duduk di pojok langsung menimpali,"Oh iya ustadz, waktu kemarin saya umrah, sempat diajak ke masjid qishash, katanya disitulah orang yang berzina dilempari batu sampai mati".

Saya hanya senyum-senyum saja mendengar respon dan jawaban mereka. Memang tidak ada yang bisa disalahkan dari jawaban mereka. Hanya saja kalau orang awam dengar jawaban mereka, pasti pada merasa nggak doyan makan, lantaran yang terlontar dari benak mereka tentang fiqih jinayat itu selalu hal-hal yang berbau horor.

Maka mulailah saya dalam taklim itu membayar pengertian jinayah dari segi bahasa, yang bermakna adz-dzanbu (الذنب) yang artinya dosa. Selain itu jinayat juga bermakna al-jarm (الجرم), yang berarti kejahatan atau kriminalitas.
Sedangkan secara istilah, jinayah didefinisikan oleh Al-Jurjani sebagai :


كُل فِعْلٍ مَحْظُورٍ يَتَضَمَّنُ ضَرَرًا عَلَى النَّفْسِ أَوْ غَيْرِهَا


“Semua perbuatan yang terlarang dan terkait dengan dharar (sesuatu yang membahayakan) baik kepada diri sendiri atau orng lain”.
Ash-Shahkafi mendefinisikan jinayah sebagai :

اسْمٌ لِفِعْلٍ مُحَرَّمٍ حَل بِمَالٍ أَوْ نَفْسٍ


“Perbuatan yang diharamkan dengan harta dan jiwa”.
Namun dalam implementasi sehari-hari, kita sering menggunakan istilah hukum jinayat atau fiqih jinayat sebagai mana dari hukum pidana Islam.  Sayangnya Hukum Pidana Islam ini selalu dijadikan objek oleh orang-orang di luar Islam, termasuk juga umat Islam sendiri yang kurang paham dengan agamanya, untuk menuduh bahwa agama Islam dan syariatnya identik dengan kekejaman, penyiksaan, haus darah dan anti kemanusiaan. Selama berabad-abad tuduhan itu dilontarkan dengan sangat sistematis dan efektif, baik lewat media, buku, kurikulum pendidikan, tanpa pernah bisa dibendung.

Dampak dari tuduhan itu sudah tertanam di hati setiap anak manusia, bukan hanya di kalangan non muslim, bahkan justru tumbuh dan berkembang di hati tiap umat Islam dimana saja berada. Rasa takut dan fobia terhadap syariat Islam umumnya dialamatkan kepada hukum-hukum hudud dan jinayah. Hukum potong tangan, cambuk, rajam, qishash dan sejenisnya, dijadikan bukti bahwa Islam adalah agama yang tidak punya nilai peradaban serta tidak menghagai nilai-nilai kemanusiaan.

Sehingga resistensi atas ajakan untuk menegakkan syariat Islam, sudah tidak lagi datang dari kalangan luar Islam, tetapi justru datang apriori itu dari kalangan muslim yang kental dengan agama. Sikap ini pada gilirannya melahirkan ambigu dalam kepribadian dan cara pandang (fikrah). Di satu sisi, mereka suka pada Islam dan membelanya mati-matian, tetapi di sisi lain, mereka justru anti dan sangat resisten terhadap sisi penerapan hukum syariat. Seolah mereka ingin memilah dan memilih keping-keping agama Islam. Bagian-bagian tertentu yang sekiranya sesuai selera, diambil dan dipakai bahkan diperjuagkan. Sedangkan bagian-bagian lain yang sekiranya kurang cocok dengan selera, bukan hanya ditinggalkan, tetapi bahkan diperangi dan dibuang jauh-jauh.

Menjelek-jelekkan agama Islam sebenarnya kegiatan yang sudah ada sejak dahulu, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW diutus pertama kali di tanah Arab. Orang-orang Arab Jahiliyah di masa itu tidak pernah kehabisan akal untuk menghalangi manusia dari mendapat hidayah. Ada ada saja akal mereka untuk menjelekkan agama Islam, termasuk menjelekkan pribadi Rasulullah SAW. Kadang mereka bilang Muhammad SAW itu orang gila, kadang mereka bilang penyihir, kadang mereka bilang penyair dan tidak jarang pula mereka bilang bahwa ajaran Muhammad SAW itu didapat dari banyak membaca kitab suci agama samawi sebelumnya.

Maka kalau ada situs yang sering menjelekkan agama Islam hari ini, wajar-wajar saja. Memang sudah sunnatullah ada baik dan ada buruk, ada mukmin dan ada iblis laknatullah ''alihi, dan ada al-haq dan ada al-batil. Tentu saja situs seperti itu dimotori oleh orang-orang yang tidak punya iman, setidaknya oleh orang-orang yang keliru cara pandangnya terhadap agama Islam. Kita doakan saja bahwa siapa tahu suatu saat nanti Allah SWT akan memberikan hidayah kepada mereka.
Kita jangan terlalu emosi dan pesimis dengan hal ini. Bukankah kasus orang yang membenci agama Islam pada awalnya, kemudian mendapat hidayah dan akhirnya berbalik jadi pembela Islam nomor wahid, sudah terlalu banyak yang bisa disebut? Misalnya saja kisah taubatnya Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu. Sebelum masuk Islam, beliau adalah orang nomor satu yang sangat anti Islam, bukan hanya lidahnya saja yang tajam, bahkan pedangnya pun tidak ragu-ragu diayunkan untuk membunuh Muhammad SAW. Tapi kalau Allah SWT sudah berkehendak untuk memberi hidayah, tidak ada yang bisa menghalangi. Tiba-tiba hidayah itu merasuk ke dalam dirinya, dan beliau pun berbalik masuk Islam. Konon hal itu karena Rasulullah SAW pernah berdoa agar Allah SWT menguatkan agama Islam ini dengan salah satu dari dua Umar. Ternyata yang diberi hidayah adalah Umar bin Al-Khattab. Jadilah beliau pembela Islam yang sejati.
Sebenarnya mudah saja untuk menjawab tuduhan-tuduhan palsu, atau ejekan bahwa Islam adalah agama berdarah-darah, memerintahkan pembunuhan, menghalalkan peperangan, sampai mereka bilang bahwa Islam disebarkan lewat pedang. Mungkin kita tidak perlu diskusi dengan mereka pakai ayat Al-Quran, sebab boleh jadi kita sendiri malah tidak atau belum banyak belajar ilmu Al-Quran.

Kalau kita petakan, mereka yang membenci hukum jinayat Islam itu terdiri dari dua elemen utama, yaitu para orientalis dan umat Islam yang jadi korbannya.
1.       Orientalis
Para orientalis banyak sekali yang menuduh hukum Islam dengan tuduhan-tuduhan yang tidak akurat. Baju ilmiyah yang sering mereka kenakan lebih merupakan sekedar asesoris untuk menipu banyak kalangan. Padahal sejatinya, apa yang mereka sampaikan lebih merupakan dusta yang dilatar-belakangi oleh kebencian dan sikap apriori belaka. Para orientalis yang banyak membuka program Islamic Studies di Barat sebenarnya tidak pernah secara serius meneliti hukum Islam langsung dari sumbernya yang original. Kebanyakan dari mereka tidak mampu berbahasa Arab dan ilmu-ilmu dasar tentang hukum Islam.
Cara pandang mereka terhadap sejarah Islam pun sangat ternoda dengan hujatan dan cacian terhadap objek yang dipelajari. Seharusnya sebagai sebuah institusi ilmiyah, mereka mengundang para pakar syariat Islam untuk berdiskusi panjang lebar, termasuk tokoh yang mungkin oleh mereka berseberangan paham. Itulah seharusnya peran sebuah institusi pendidikan, yaitu melakukan peneliltian yang objektif, komprehensif, adil dan tidak memihak serta profesional.

2.       Generasi Sekuleris Liberalis
Kalau melihat hasil jebolan dari Barat, apa yang terjadi lebih merupakan cuci otak dan indoktrinasi jahat kepada mahasiswa dari berbagai negeri Islam, ketimbang sebuah isntitusi yang punya moral dan tanggung-jawab ilmiyah. Apa yang mereka lakukan lebih merupakan pengadilan in-absentia terhadap hukum-hukum Islam, sebuah pengadilan yang tidak pernah menghadirkan pihak yang tertuduh untuk mengemukakan pembelaannya. Namun pengiriman mahasiswa muslim dari berbagai negeri Islam ke Barat untuk dicekoki hujatan dan cemoohan terhadap hukum-hukum Islam nyatanya tidak pernah berhenti mengalir. Salah satunya karena keawaman umat Islam sendiri.
Selain juga karena gemerincing dolar yang ditawarkan, yang membuat silau banyak mata para mahasiwa. Dukungan dana dan fasilitas akademik yang baik menyebabkan gelombang sarjana Muslim yang belajar Islamic studies ke Barat, sulit dibendung.  Setiap tahun, ratusan sarjana Muslim Indonesia menyerbu McGill University, University of Leiden, Chicago University, Melbourne University, Hamburg University, dan sebagainya. Walau pun ita tidak bisa menggeneralisir bahwa semua yag kuliah ke barat berarti rusak aqidahnya.
Soal belajar memang bisa dimana saja. Yang penting adalah sikap dan daya kritis sarjana Muslim terhadap sajian Barat. Prof HM Rasjidi, misalnya, meskipun lulusan Sorbonne University, Prancis, namun beliau mampu mengembangkan daya kritisnya terhadap gagasan-gagasan sekulerisasi.
Prof Dr. Mustafa Al-A'dzami adalah ahli hadits modern yang berhasil menggondol gelar doktor di Inggris. Tetapi isi disertasinya luar biasa bagus dan mampu membungkam tuduhan dusta para orientalis.

TUDUHAN UTAMA
Yang paling mencolok dari apa yang dituduhkan para orientalis barat bahwa hukum Islam adalah hukum yang kejam dan tidak manusiawi, karena masih saja membolehkan hukuman mati.
Di Indonesia, meski korupsi merupakan perbuatan paling dibenci, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa koruptor akan dihukum mati. Sebab dalam pandangan banyak ahli hukum di Indonesia, hukuman mati itu dianggap hukum padang pasir yang sudah ketinggal zaman. Dan sayangnya, hukuman mati itu selalu dikait-kaitkan dengan hukum pidana jinayat dalam Islam.

(bersambung)
Jakarta, 21 – 08 – 2012


Catatan Harry :
Tulisan ini merupakan status facebook dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc. MA. yang saya sambungkan dan ditulis ulang di sini demi untuk kepentingan dakwah semata. Pembaca dapat menghubungi Ustad Ahmad Sarwat di halaman facebooknya di  http://www.facebook.com/pages/Ahmad-Sarwat/. Selain di halaman social net beliau juga dapat dikunjungi di situs www.ustsarwat.com dan http://www.rumahfiqih.com/.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya