Kupatan @ Sampang
Dalam suatu hadits
disebutkan keutamaan puasa enam hari di bulan syawal. Karena itu mungkin di
jawa timur ini selain lebaran Idul fitri tanggal 1 syawal juga ada satu lebaran
lagi, tanggal 7 syawal yang disebut lebaran ketupat. Kalau saya menulis tentang
ketupat maka cerita ini akan nyasar ke Desa Cilebut barat di Bogor sana! Lalu melebar
kea rah gurihnya rending Mama dan legitnya Uli di kuah semur yang hitam
menggoda.
Mungkin para Ulama
masa lalu berdakwah kpd umat yang masih awam dengan tradisi ketupat. Orang yang
baru mengenal suatu produk biasanya perlu diming-imingi promo hadiah tertentu
supaya tertarik membeli. Bisa benda atau suasana, asalkan hadiahnya istimewa
dalam artian bukan hal yang biasa ditemukan sehari-hari. Setelah terbiasa
mengkonsumsi produk tersebut maka hadiah promosinya bisa tidak perlu diberikan
lagi. Kini umat islam semakin dewasa dan berilmu, semakin memahami agamanya
sehingga semakin senang berpuasa sunah syawal walau tanpa dihadiahi ketupat
lagi. Tapi tentu saja budaya ketupatnya tidak bisa serta merta hilang, apalagi
suasana pesta dan silaturahim sangat terasa. Hal ini yang mengingatkan kalau
kita masih di Indonesia dan bahkan yang tidak berpuasa syawal seperti sayapun
ikut-ikutan merayakannya. Ah, jadi nyindir!!
Istri saya adalah
orang madura yang orang tuanya berasal dari Madura juga ikut merayakan lebaran
kupatan ini. Kami sekeluarga tiga generasi pergi berhari raya ke kampung
halaman ayah mertua saya di Sampang. Kami berangkat dari Malang siang hari
dengan harapan bisa sampai di Sampang tidak terlalu malam. Dari rumah kami
sudah berniat untuk bermalam di Pantai Camplong. Dari informasi yang didapat
ada hotel wisata yang menyediakan resort keluarga. Maka dengan segala
ekspektasi yang tinggi kami pun melaju ke sana. Saking tingginya harapan itu
sampai-sampai kami membawa magic jar untuk memasak nasi dan berharap bisa
makan-makan ikan bakar di sana. Sayangnya begitu tiba di tujuan, hotel yang
dimaksud tidak menyediakan resort keluarga dan kamar yang disewakan pun sangat
mahal untuk ukuran kota kecil seperti Sampang. Saat itu baru terasa betapa
pentingnya mengkalibrasi sumber informasi.
Dengan membawa harapan
kandas kami pun berkendara lagi ke Kota Sampang. Magic jar itu tidak terpakai
karena kami membeli makan malam di sebuah Depot langganan yang khas menyediakan
Kaldu sapi yang sangat berlemak dan sop buntut yang gurih. Dan kembali....sayang
sekali malam itu ternyata depot tersebut sedang tidak menyediakan satupun dari
sajian harapan itu. Hanya saja kali ini kami tetap makan di sana. Kita bisa
menahan keinginan untuk beristirahat tapi sulit untuk menahan rasa lapar kan?
Akhirnya malam itu
kami pun beristirahat di Hotel trunojoyo. Hotel yang relatif masih baru, masih
dalam tahap pembangunan. Secara fisik kita bisa melihat ada beberapa spot yang
masih perlu dikerjakan tapi secara pelayanan, pembenahan manajemen dan awak
hotek jauh lebih penting. Saya beruntung karena pernah mendapat kesempatan
menginap di aneka jenis hotel. Dari hotel kelas rakyat yang cocok untuk kantong
saya, Hotel Andi Merak. Berlokasi di depan Pelabuhan penyeberangan Merak dengan
suara peluit kapal dan deru roda truk yang bisa kita rasakan sampai ke atas
kasur di dalam kamar. Hingga hotel Grand Prianger Bandung yang ornamen kamarnya
ala pasundan dan ongkos inapnya semalam bisa menghabiskan seperempat gaji
bulanan saya. Maka dari itu Hotel Trunojoyo di kota sampang ini sudah cukup
lumayan.
Jika melihat ukuran
kota sampang, dgn infrastruktur, objek wisata, sedikitnya lokasi bisnis dan
masyarakatnya yang masih homogen, kamar yang bersih dan berAC saja sudah cukup.
Lain urusannya bila sepuluh tahun lagi Jembatan Suramadu yang dijadikan
kebanggaan Jawa timur itu bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyebarkan
kesejahteraan di Madura. Maka dengan hadirnya banyak industri besar,
dibangunnya kampus-kampus baru yang menarik banyak mahasiswa dari luar Madura dan
diikuti naiknya volume perdagangan barang dan jasa maka Spa, kolam renang,
jacuzzi di kamar mandi ataupun fasilitas fitness di dalam hotel akan jadi
tuntutan baru. Itu pun jika Madura berhasil memilih pemimpin-pemimpin baru yang
berfikiran baru. Bukan apa-apa, sepanjang exit Suramadu sampai Pantai Camplong
kita bisa melihat aneka spanduk dan poster calon-calon pemimpin dan
partai-partai dengan foto narsis para tokohnya. Senyuman para calon bupati dan
tokoh politik itu sangat khas menebar harapan. Entah apakah rakyat mampu
membedakan isi kepala di balik wajah fotoshop itu.
Pagi-pagi kami sudah
mulai menyusuri jalan-jalan Kota Sampang. Dimulai dari rumah salah satu adik
kandung Bapak mertua saya yang menikah dgn seorang pengasuh pondok pesantren. FYI ini salah satu spot kesukaan saya di
Kota ini. Di lingkungan rumahnya yang diselingi asrama dan kelas pesantren saya
sangat menikmati suara santri-santri melafalkan kalimat-kalimat dalam bahasa
arab yang lalu diiringi dengan terjemahannya dalam bahasa indonesia. Cara
mereka meneriakkannya (lagam) mengingatkan
saya pada saya sendiri di dalam suatu kelas madrasah diniyah di kampung
halaman. Karena kemarin itu semua santri sedang liburan lebaran saya hanya bisa
membaca (atau lebih tepatnya mencoba membaca) syair-syair yang ditulis di
dinding dalam aksara arab berkaligrafi indah. Kebanyakan dari syair-syair itu
tidak bisa saya baca atau terjemahkan sementara sebagian kecil lain masih bisa
saya terjemahkan, bukan karena saya bisa bahasa arab tapi karena saya pernah
mempelajari syair-syair itu di madrasah sebelumnya.
Dari rumah Pak Kyai
kami berjalan kaki menyusuri Gang-gang Kota Sampang untuk beranjang sana ke
rumah kerabat bapak yang lain. Sebagian besar sangat familiar tapi sebagian
lagi baru saya temui. Menemukan sebuah keluarga utuh mungkin sangat sulit di
Madura karena sebagian besar adalah perantau. Maka momen lebaran ketupat selalu
ramai di madura, dari segala penjuru orang madura akan toron (turun) ke kampung halamannya. Setidaknya itulah alasan yang
menjelaskan kenapa jalan-jalan saat itu dipenuhi mobil dengan Nopol asal luar
madura.
Salah satu yang paling
berkesan sebenarnya bukan sekedar anjang sananya. Bagi saya apalagi yang lbh
berkesan selain mengamati anak bujang saya melihat dunia. Fariz-chan yang
sedang menggandrungi ilmu zoologi (atau animologi hehehe...) begitu bersemangat
blusukan ke kolong meja untuk
mengejar seekor kucing anggora di rumah Pak kyai. Kandang ayam yang kotor
sangat menarik di matanya sehingga di terik panas pun tetap setia mengamatai
dari balik pagar. Jangan tanya betapa Fariz sangat menyukai burung yang
berkicauan di dalam kandang. Saya sangat menikmati cara fariz menirukan suara
hewan-hewan yang sebagian besar tidak ditemui di rumah kami itu, sepertinya
fariz masih belum menyadari bahwa manusia dan hewan berbicara dengan bahasa yang
berbeda. Akhirnya dunia menjadi begitu damai saat Fariz pun kelelahan dan
tertidur pulas di kamar hotel. Sementara setelah lelah mengikuti Fariz
berlarian selama siang tadi saya masih belum bisa memejamkan mata. Saya memilih
untuk menulis catatan ini sambil mengelap keringat di badan si Bujang.
Selepas zuhur kami check out dari hotel dan mengunjungi
sisa kerabat dan teman lama bapak di Sampang. Lalu dengan semangatnya kami
melaju ke Bangkalan untuk beranjang sana ke Warung Bebek Sinjay. Hehehehe...
Apakah saya perlu menceritakan kriuknya bebek goreng nan gurih, atau bagaimana
sambel pencit yang pedas masamnya begitu pas di lidah? Rasanya di siang hari yang
panas di Madura, kekhusyukan menikmati sepiring nasi bebek di warung bebek
sinjay tidak perlu diceritakan! Walau begitu saya masih bersedia mengantar
kalian ke sana kok.. Hehehehe...
Bebek sinjay itu juga yang
membuat kami lupa pada perjuangan menembus lalu lintas Sampang-Bangkalan.
Kemacetan akibat robohnya satu tiang listrik di Pasar Tanah merah, dimulainya
konvoi lebaran ketupat dan para pemudik yang sebagian kecil sama sekali tidak
sopan adalah reaktan sakti pembentuk
kondisi chaos di jalan raya. Sebenarnya kalau mau jujur diperhatikan tidak
semua penegndara itu berbahaya, tapi cukup sepuluh persen saja orang gila
dimasukkan ke dalam suatu ruas jalan maka 90 % sisanya kan kekurangan kewarasan
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Entahlah, saya tidak yakin dari mana saya
mengambil kutipan itu, jadi silakan membuktikannya sendiri! Satu lagi yang
membuat suasana semakin seru adalah masuknya pasukan-pasukan Brimob Polda Jatim
dan Raider Brawijaya untuk meredam kerusuhan Sampang hari itu. Tak kurang
Kapolda Jatim sampai datang dengan fortunernya, tentu saja beliau tidak akan
mengalami kondisi chaos yang kami nikmati.
Wallaahua'lam.
28082012
Catatan Harry :
Gambar dari http://www.eastjava.com/plan/peta/html/pkab-sampang.html
Catatan Harry :
Gambar dari http://www.eastjava.com/plan/peta/html/pkab-sampang.html
Komentar
Posting Komentar