Wakaf Blocking Time
Oleh : Ustad Ahmad Sarwat,Lc MA
Saya sering didorong-dorong orang untuk mendirikan stasiun televisi
sendiri, lantaran geregetan dengan tayangan tv yang ada, yang selalu menampilkan
tayagnan yang menginjak-injak harga diri umat Islam. Atau kalau pun ada ada
acara keagamaan,para nara sumbernya sering bermasalah dan terhujani kritik. Sebenarnya
yang didorong-dorong bukan hanya saya seorang, para ustadz yang lain pun
mengakui hal yang sama. Mereka diminta untuk mendirikan stasiun televisi
sendiri, biar kita punya media yang benar-benar kita kuasai.
Permintaan itu bukannya tidak dituruti. Banyak ustadz dan para aktifis
yang tergerak untuk mulai memikirkan satu hajat bersama ini. Dahulu di zaman
ngetop-ngetopnya, Aa Gym juga membangun tv sendiri, namanya MQTV. Saya sendiri
sempat diajak 'ngajar' di beberapa slotnya, bolak-balik Jakarta Bandung.
Sayangnya, kemudian agak tersendat akibat imbas dari pemberitaan tentang sosok
Aa Gym sendiri. Semoga bisa segera teratasi, amin.
Guru saya Dr. Luthfi Fathullah, MA yang juga masih sepupu juga
sempat mendirikan staisun tv sendiri, meski dalam skala tv komunitas. Namanya
Al-Mughni TV. Sempat mengudara beberapa bulan, meski sehari baru beberapa jam
saja. Tetapi sebagaimana saya bilang, membangun tv itu bukan pekerjaan
sederhana. Selain seabreg urusan izin yang nyaris mustahil, rumitnya
produksi, dana untuk penyelenggaraannya juga tidak main-main. Angkanya
bukan cuma di kisaran milyar tapi menembus kisaran trilyun. Makanya, ketika tv
nya sudah tidak mengudara lagi, guru saya itu memberikan alasan sambil bercanda
khas betawinya : “ya dana ya dana dana… dananya ya kagak ada…”
Ya, media televisi itu sebuah bisnis yang sangat besar, tidak bisa
dibangun cuma berdasarkan semangat saja. Untuk saat ini, membangun tv Islam
sendiri, yang bisa ditonton oleh semua orang se-Indonesia, cukup pakai antena
gratisan bukan tv berlangganan, rasanya masih rada hayalan. Khususnya kalau
yang membangun hanya dari kalangan grass-root umat Islam. Tetapi sesuai dengan
kaidah, ma laa yudraku kulluhu laa yutraku julluhu (apa yang tidak bisa
didapat seluruh bukan berarti ditinggalkan semuanya), beberapa ustadz pun masih
memanfaatkan kesempatan untuk tampil di tv nasional (baca : kalau diundang
hehe).
Tiap Ahad shubuh misalnya, Dr. Luthfi mengudara di TVRI, demikian juga
beberapa ustadz lain, tampil di beberapa media tv nasional. Sudah lumayan
efektif, walaun sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi frekuensi dan
kualitasnya. Sebab umumnya jatah ceramah di berbagai tv itu cuma sekedar
menggugurkan kewajiban. Ibarat orang kerja, cuma sekedar dikerjakan tetapi
mengerjakannya ogah-ogahan. Bagaimana tidak, masak slot yang diberi buat acara
keagamaan jam 04.00 sebelum shubuh? Siapa yang mau nonton? Hansip yang ronda
malam pun kalau sudah jam segitu udah mulai tidur. Kawanan maling dan rampok
pun jam segitu juga sudah pulang ke rumah masing-masing. Kalau kata KH.
Zainuddin MZ, paling-paling yang nonton kampret (kelelawar). Yah namanya juga
dikasih, ya terserah yang mau ngasih. Kalau adanya cuma waktu sisa, mau tidak
mau diambil juga. Kalau mau ya diambil, kalau tidak mau, ya udah.
Sedangkan jam-jam yang banyak orang nonton, yang dikenal dengan prime time, sudah diborong duluan oleh
banyak produser. Isinya sudah kita ketahui bersama, justru isinya itulah yang
kadang bikin kita gemes. Tapi yang namanya tv memang aslinya adalah bisnis. Ada
uang silahkan tampil. Tidak ada uang, ya sudah sana pulang. Para produser itu
berani beli slot waktu di TV untuk jangka panjang, karena mereka bisa membuat
program yang intinya bisa mendatangkan iklan yang bertubi-tubi.
Kalau jam-jam prime time itu diisi dengan ceramah dan pengajian, menurut logika mereka, siapa yang mau pasang iklan? Hmm…masuk akal juga sih. Mana ada pengusaha yang mau rugi.
Kalau jam-jam prime time itu diisi dengan ceramah dan pengajian, menurut logika mereka, siapa yang mau pasang iklan? Hmm…masuk akal juga sih. Mana ada pengusaha yang mau rugi.
Blocking Time
Alternatif yang tersedia saat ini buat kita barangkali lewat blocking
time. Jadi kita memblok waktu siaran pada suatu stasiun tv dengan jalan
membelinya, sebagaimana yang dilakukan oleh para pengusaha itu. Cuma bedanya,
buat mereka, bisnis is bisnis. Apapun
isi dan pesan sebuah tayangan program, jahat atau tidak jatah, asalkan bisa
mendatangkan iklan, ya ditayangkan. Kalau kita, tentu pertimbangan nomor
satunya adalah untuk mengudarakan dakwah, ceramah, nasihat, pengajian dan
majelis ilmu yang berkualitas. Tentu dengan kualitas penggarapan yang
profesional, dengan nara sumber yang berkualitas dari segi ilmu, kapasitas dan kafa'ah.
Tinggal pertanyaan, semua itu kan tentu pakai duit, dan lumayan mahal
juga. Para pengusaha dan pemasang iklan tentu sudah tidak bisa diharapkan lagi.
Sebab ada semacam keyakinan dalam alam bawah sadar mereka, kalau pasang iklan
di acara pengajian tidak akan ada gunanya. So,
mari kita tinggalkan para pengusaha dengan berbagai macam iklannya. Lagian, kadang materi iklan mereka pun
banyak yang tidak sesuai syariat juga. Kan aneh kalau program pengajian,
iklannya menampilkan ketek bau.
Maka kita harus memikirkan sumber dana di luar iklan. Dan jumlahnya pasti besar. Jangan menyerah dulu, sebab sebesar apa pun biaya blocking time, dibandingkan jumlah rupiah yang harus kita keluarkan untuk membangun stasiun televisi sendiri, nilainya pasti jauh lebih murah. Selama ini kita sudah menjalankannya, yaitu umat Islam sudah punya kesadaran besar untuk mengeluarkan dananya lewat infak, shadaqah bahkan wakaf. Asalkan dikelola dengan profesional dan jelas manfaatnya, saya yakin umat akan percaya.
Maka kita harus memikirkan sumber dana di luar iklan. Dan jumlahnya pasti besar. Jangan menyerah dulu, sebab sebesar apa pun biaya blocking time, dibandingkan jumlah rupiah yang harus kita keluarkan untuk membangun stasiun televisi sendiri, nilainya pasti jauh lebih murah. Selama ini kita sudah menjalankannya, yaitu umat Islam sudah punya kesadaran besar untuk mengeluarkan dananya lewat infak, shadaqah bahkan wakaf. Asalkan dikelola dengan profesional dan jelas manfaatnya, saya yakin umat akan percaya.
Mungkin langkah kita jangan terlalu jauh dulu. Kita belum perlu
mendirikan sendiri stasiun televisi sendiri. Cukup kita manfaatkan stasiun tv
nasional yang sudah ada saja. Selain sudah banyak dikenal, umumnya juga sudah
mengkover seluruh wilayah negeri. Kita juga hindari tv yang siarannya hanya
bisa ditonton lewat parabola, apalagi berbayar, agar seluruh rakyat bisa ikut
menikmati juga. Cukup dana infak dan shadaqah kita saja yang dikumpulkan dari
jamaah, dengan ikhlas dan ridha.
Ustadznya dicari yang tidak mata duitan, kalau perlu ustadznya seorang mujahid sejati, yang bukannya minta amplop tetapi ikut berinfaq juga. Atau kalau perlu, kita buka rekening bersama milik umat Islam. Namanya rekening dakwah blocking time televisi. Semua boleh ikut nyumbang dan tidak boleh bawa-bawa urusan politik atau unsur kelompok di dalamnya. Kalau uangnya terkumpul tetapi hanya mengalir, ya alhamdulillah. Artinya uang masuk langsung keluar habis untuk biaya blocking time. Tetapi kalau atas izin Allah uangnya terkumpul agak banyak, bisa dikembangkan lebih jauh agar jadi dana abadi, atau membeli asset yang produktif dan memberikan keuntungan, tetapi niatnya cuma satu, yaitu semua keuntungannya untuk membiayai blocking time acara dakwah dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman di berbagai stasiun televisi.
Ustadznya dicari yang tidak mata duitan, kalau perlu ustadznya seorang mujahid sejati, yang bukannya minta amplop tetapi ikut berinfaq juga. Atau kalau perlu, kita buka rekening bersama milik umat Islam. Namanya rekening dakwah blocking time televisi. Semua boleh ikut nyumbang dan tidak boleh bawa-bawa urusan politik atau unsur kelompok di dalamnya. Kalau uangnya terkumpul tetapi hanya mengalir, ya alhamdulillah. Artinya uang masuk langsung keluar habis untuk biaya blocking time. Tetapi kalau atas izin Allah uangnya terkumpul agak banyak, bisa dikembangkan lebih jauh agar jadi dana abadi, atau membeli asset yang produktif dan memberikan keuntungan, tetapi niatnya cuma satu, yaitu semua keuntungannya untuk membiayai blocking time acara dakwah dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman di berbagai stasiun televisi.
Saya amat yakin asalkan ada sosok orang yang tekenal jujur dan ikhlas,
berjuang demi kepentingan umat Islam, bukan untuk kelompok, partai atau
golongan, pasti umat Islam mau menyambutnya. Contoh sederhananya adalah koin
untuk Prita, cuma pakai koin saja, kita bisa mengumpulkan uang bermilyar. Kalau
para pemimpin berbagai lembaga zakat, infaq dan sedekah yang jumlahnya ratusan
di negeri ini bisa duduk bersama, lalu mengangkat masalah bersama, saya amat
yakin, tidak butuh waktu lama, kita bisa beli semua slot di berbagai televisi
itu.
Bayangkan berapa banyak umat Islam yang terpenuhi hak-hak mereka demi
mendapatkan dakwah, ilmu dan informasi yang lurus tentang agamanya. Ide saya
ini pasti punya banyak kekurangan, dan pasti ada banyak kritik yang bisa
dilontarkan. Tetapi barangkali ini sebagai langkah awal dan batu loncatan saja,
sebelum kita benar-benar punya televisi dakwah nasional sendiri yang
profesional dan butuh dana besar itu.
Wallahu a'lam bishshawab.
Wallahu a'lam bishshawab.
Jakarta, 29-08-2012
Catatan Harry :
Tulisan ini merupakan status facebook dari Ustad Ahmad
Sarwat, Lc. MA. yang saya sambungkan dan ditulis ulang di sini demi untuk
kepentingan dakwah semata. Pembaca dapat menghubungi Ustad Ahmad Sarwat di halaman
facebooknya di http://www.facebook.com/pages/Ahmad-Sarwat/.
Selain di halaman social net beliau juga dapat dikunjungi di situs www.ustsarwat.com dan http://www.rumahfiqih.com/.
Komentar
Posting Komentar