Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc.

Biasanya orang awam tahunya bahwa di dalam hukum Islam, semua pencuri wajib dipotong tangan. Sehingga pemandangan dimana-mana akan menyeramkan, karena rata-rata penduduk Indonesia tampil hanya dengan tangan sebelah, karena tangannya dipotong-potong oleh algojo.
Kesesatan pemikiran ini berangkat dari keawaman umat ditambah hembusan tasykik oleh para orientalis, sehingga menjadi ketakutan massal yang sistemik. Yang jadi korban bukan hanya orang awam, terkadang para tokoh yang besar pun tidak luput dari tipu daya musuh Allah, sehingga ikut-ikutan menentang hukum Islam.
Padahal hukum potong tangan itu meski memang disyariatkan, namun bukan berarti hakim berhak main potong tangan begitu saja. Apabila semua syarat untuk menjalankan potong tangan itu terpenuhi dengan sangat meyakinkan, baru boleh dilakukan. Lalu apa saja syarat agar tangan seorang pencuri boleh dipotong tangan?
Syarat itu harus terdapat pada empat unsur sekaligus, yaitu syarat para pencuri, syarat para barang yang dicuri, syarat pada pihak yang kecurian, syarat tempat kejadian peristiwa dan lainnya. Mari kita bahas satu per satu, agar kita semua paham dan mengerti salah satu jabang ilmu fiqih jinayat dan tidak asal tuduh.
A.   SYARAT PADA PENCURI
Untuk bisa dihukum sesuai dengan had yaitu dipotong tangan, maka pencurinya harus memenuhi persyaratan dan kriteria tertentu. Bila syarat itu tidak terpenuhi tetap dihuum namun bukan dengan potong tangan tapi dengan hukuman ta`zir. Syarat pertama dan kedua telah disepakati oleh para ulama, sedangkan syarat-syarat berikutnya satu sama lain berbeda pandangan.
Syarat- syarat itu adalah :

1.       Akil
Pencuri yang gila, atau pikirannya setengah, kurang waras, atau juga punya penyakit syarat sehingga akalnya tidak jalan, maka tidak boleh dipotong tangannya.
2.       Baligh
Pencuri kalau belum cukup umur tentu tidak boleh dipotong tangannya. Dua syarat ini termasuk yang disepakati oleh jumhur ulama. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW : “Telah diangkat pena dari tiga orang : anak kecil hingga mimpi, orang gila hingga sadar dan orang yang tidur hingga terjaga." Bahkan Imam Abu Hanifah dan Zufar mengatakan bila pencurian dilakukan oleh sekelompok orang dimana di dalamnya ada orang gila dan anak kecil, maka semuanya terbebas dari hukum potong tangan.
3.       Tidak Terpaksa
Maksudnya seseorang yang mencuri itu ketika mencuri tidak dalam keadaan dipaksa atau dalam ikatan hukum Islam. Syarat ini diajukan oleh Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah dimana mereka mengatakan bila pencurian dilakukan oleh orang yang dalam kondisi dipaksa, maka tidak wajib dilakukan hukum potong tangan itu. Begitu juga seorang non-muslim yang tinggal di negeri Islam, maka bila mencuri tidak termasuk yang wajib dipotong tanganya. Karena dia bukan orang yang terikat dengan hukum Islam.
4.       Pencuri Bukan Ayah atau Kakeknya Sendiri
Syarat ini diajukan oleh Al-Malikiyah dimana bila seorang ayah mencuri harta anaknya sendiri, maka tidak bisa dikategorikan sebagai pencurian. Sedangkan Imam Asy-Syafi`i menambahkan bahwa bila seorang kakek mencuri harta cucunya, maka tidak dikategorikan pencurian yang mewajibkan potong tangan. Bahkan Imam Abu Hanifah menyebutkan bila pencurinya adalah orang yang masih punya hubungan kerabat.
5.       Pencuri Tidak dalam Kondisi Kelaparan
Al-Hanabilah menyebutkan bila kondisi pencuri dalam keadaan kelaparan yang sangat lalu mencuri untuk menyambung hidupnya, tidak bisa dialkukan potong tangan.
6.       Pencurinya Tahu Tidak Bolehnya Mencuri
Al-Hanabilah juga mensyaratkan bahwa seorangpencuri harus tahu bahwa perbuatan itu haram dan berdosa. Bila dia tidak tahu, maka tidak bisa dilakukan hukum tersebut.
B.   SYARAT BARANG YANG DICURI
Syarat potong tangan bukan hanya berlaku pada pihak pencuri, juga harus ada para barang atau benda yang dicuri. Ada beberapa kriteria dan persyarat agar bisa dikategorikan pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Bila syarat pada barang yang dicuri ini tidak ada, maka pelakunya tidak dipotong tangan tetapi hakim bisa menerapkan hukuman ta`zir.
Syarat dan kreiteria itu adalah :
1.       Barang Yang Dicuri Punya Nilai
Bila barang yang dicuri adalah bangkai, khamar atau babi, maka tidak termasuk pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Karena semua itu tidak termasuk sesuatu yang berharga bagi hak seorang muslim. Begitu juga bila yang dicuri adalah anak kecil yang merdeka (bukan budak). Karena manusia merdeka bukan termasuk harta. Ini berbeda bila yang dicuri anak seorang budak kecil.
2.       Harga Barang Yang Dicuri Mencapai Nishab
Nishab adalah nilai harga minimal yang bila terpenuhi, maka pencurian itu mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Seandainya barang yang dicuri itu nilainya kecil dan masih di bawah harga nisahb itu, maka tidak termasuk hal itu. Namun para ulama tidak secara tepat menyepakati besarnya nishab itu :
ü Jumhur ulama diantaranya Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa nishab pencurian itu adalah  dinar emas atau 3 dirham perak. Nilai ini setara dengan harga 4,45 gram emas murni. Jadi bila harga emas murni 24 per gramnya Rp. 100.000,-, maka satu nisab itu adalah Rp. 100.000,- x 4,45 gram = Rp. 445.000,-.
Bila benda yang dicuri oleh seseorang harganya setara atau lebih dari Rp. 445.000,-, dia sudah bisa dipotong tangannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : Dari Aisyah ra. ,"Tangan pencuri dipotong bila nilainya  dinar ke atas". (HR. Bukhari, Muslim). Dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah SAW memotong tangan pencuri mijan yang nilainya 3 dirham". (HR. Bukhari Muslim)
ü Sedangkan Al-Hanafiyah menetapkan bahwa nishab pencurian itu adalah 1 dinar atau 10 dirham atau yang senilai dengan keduanya. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW : “Tidaklah dipotong selama nilainya di bawah 10 dirham." (HR Ahmad). Juga hadits lainnya : “Tidak dipotong tangan kecuali senilai 1 dinar atau 10 dirham". (HR. At-Thabarani). Juga hadits lainnya : “Tidaklah tangan pencuri itu dipotong kecuali nilainya seharga mijan dimana saat itu seharga 10 dirham". (HR. Abu Syaibah).
Bila kita cermati latar belakang perbedaan itu sebenarnya hanyalah berkisar pada penetapan harga mijan. Dimana jumhur ulama sepakat bahwa harganya saat itu dinar. Sedangkan Al-Hanafiyah menganggap harganya saat itu 1 dinar.
3.       Barang yang Dicuri Berada Dalam Penjagaan
Yang dimaksud penjagaan adalah bahwa harta yang dicuri itu diletakkan di tempat penyimpanannya oleh pemiliknya. Dalam hal ini bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang temapt yang sengaja dibuat untuk menempatkan suatu barang dan juga yang secara hukum bisa dianggap sebagai penjagaan.
Yang pertama, tempat penyimpanan itu bisa di dalam rumah, pagar, kotak, laci, atau lemari. Sebagai contoh bila seseorang meletakkan barangnya di dalam rumahnya, maka rumah itu menjadi media penyimpanan meski pintunya terbuka. Karena seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain tanpa izin meski pintunya terbuka.
Yang kedua, memang bukan media penyimpanan khusus namun termasuk area umum dimana seseorang berada disitu dan orang lain tidak boleh menguasainya kecuali atas izinnya. Contohnya adalah seseorang yang duduk di masjid dan meletakkan tasnya di sampingnya saat tidur. Ini termasuk dalam penjagaan. Pencopet termasuk yang wajib dipotong tangannya karena mengambil dari saku orang lain. Sedangkan saku seseorang termasuk kategori penjagaan.
4.       Barang Yang Dicuri Awet dan Tahan Lama
Maksudnya barang itu harus awet, bisa disimpan dan tidak lekas rusak. Imam Abu Hanifah dan Muhammad mengatakan bila barang yang dicuri mudah rusak seperti buah-buahan, susu murni atau makanan basah. Karena bisa saja seseorang mengambilnya dengan niat menyelamat-kannya dan siap untuk menggantinya.
5.       Barang Yang Dicuri Bisa Diambil oleh Siapapun
Menurut Al-Hanafiyah, bila suatu benda ada dimana-mana dan tidak dimiliki secara khusus oleh orang, maka tidak bisa dikatakan pencurian bila diambil oleh seseorang. Seperti burung liar, kayu, kayu bakar, bambu, rumput, ikan, tanah dan lain-lain. Mengingat benda-benda seperti itu terhampar dimana-mana dan tidak merupakan hak perorangan. Bila ada seseorang mengambil kayu yang jatuh dari ranting pohon yang sudah tua di dalam sebuah hutan, tentu tidak dianggap pencurian. Namun akan berbeda halnya bila kayu yang diambilnya adalah gelondongan kayu jati sebanyak 1 juta meter kubik. Karena ini bernilai tinggi dan tentu dilindungi oleh negara.
Namun hukum dasarnya memang halal karena benda itu tidak dimiliki oleh perorangan. Tetapi ketika terjadi ekploitasi besar-besaran dan mengganggu ekosistem serta keseimbangannya, maka tentu dibuat aturan yang bijak. Dimasa sekarang ini hampir sulit menemukan benda seperti yang dimaksud oleh Al-Hanafiyah. Karena semuanya sekarang punya nilai jual tersendiri. Karena itu nampak pendapat jumhur dalam hal ini lebih kuat karena memang tidak membedakan apakah harta itu tersedia dimana-mana tanpa pemilik atau tidak.
Karena semua memiliki nilai jual dan pada dasarnya harus digunakan demi kepentingan rakyat secara umum yang dikoordinir oleh negara. Ini menurut ukuran idealnya, karena negaralah yang seharusnya memanfaatkan semua kekayaan alam dan demi kentingan merata rakyat banyak. Adapun yang dilakukan oknum pemerintahan bekerjasa sama dengan perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam, tidak lebih dari penjahat yang memakan harta rakyat secara zalim.
6.       Dalam Barang Yang Dicuri Tidak Hak Pencuri
Bila seorang mencuri harta dari seorang yang berhutang kepadanya dan tidak dibayar-bayar, maka ini tidak termasuk pencurian yang mewajibkan potong tangan. Begitu juga bila seseorang mencuri harta atasannya yang pelit dan tidak membayar gaji bawahannya sesuai dengan haknya. Atau seorang yang mencuri harta orang kaya yang zalim dan memakan uang rakyat yang lemah. Termasuk juga bila seseorang mengambil harta dari seorang maling atau perampok.
Bahkan para ulama juga menuliskan bahwa mencuri alat-alat yang haram hukumnya seperti alat musik gendang, gitar, seruling atau kayu salib, catur, dadu dan sejenisnya termasuk di luar kategori pencurian yang dimaksud. Karena secara umum, barang-barang itu tidak boleh dimiliki oleh seorang muslim. Sehingga itu mencurinya pun bukan termasuk mencuri harta seseorang.
Seorang yang mencuri harta dari baitul mal pun tidak termasuk kategori pencurian yang dimaksud. Karena baitul mal adalah harta bersama dimana di dalamnya ada juga hak si pencuri sebagai rakyat meski kecil bagiannya. Namun bila si pencuri itu termasuk orang kaya atau non muslim, maka termasuk pencurian dan wajib dipotong tangannya. Karena orang kaya dan non muslim, keduanya buka ntermasuk orang yang berhak mendapatkan harta dari baitul mal.
Semua kasus di atas tidak mewajibkan potong tangan karena pada dasarnya potong tangan itu merupakan ibadah mahdhah dan merupakan hukuman yang berisifat lengkap. Sedangkan kasus-kasus di atas tidak sepenuhnya bermakna pencurian, tapi ada syubhat karena di dalam harta itu sebagian ada yang menjadi haknya.
7.       Tidak Ada izin Bagi Pencuri Untuk Menggunakan Barang Itu
Seseorang yang mengambil harta yang bukan miliknya namun dia sendiri memiliki wewenang untuk masuk ke tempat penyimpanannya, maka ketika dia mengambilnya tidak termasuk pencurian yang dimaksud. Karena unsur mengambil dari penjagaannya tidak berlaku. Hal itu disebabkan si pencuri adalah orang yang punya izin dan hak untuk ke luar masuk ke dalam tempat penjagaan.
Contoh kasusnya bila seorang suami mengambil uang istrinya yang disimpan di dalam rumah. Suami adalah penghuni rumah dan punya akses masuk ke dalam rumah itu. Bila dia mengambil harta yang ada dalam rumah itu, maka bukan termasuk pencurian yang mewajibkan potong tangan. Hal yang sama berlaku bagi sesama penghuni rumah seperti pembantu dan siapapun yang memang menjadi penghuni rumah itu secara bersama. Termasuk tamu yang memang diizinkan tinggal di dalam rumah.
8.       Barang itu Sengaja Dicuri
Bila seseorang mencuri suatu benda namun setelah itu di dapatinya pada benda itu barang lainnya yang berharga, maka dia tidak bisa dihukum karena adanya barang lain itu. Contoh : bila seseorang berniat mencuri kucing tapi ternyata kucing itu berkalungkan emas atau berlian yang harganya mahal, maka dia tidak bisa dikatakan mencuri emas atau berlian itu.
Atau mencuri anak kecil lalu ternyata anak kecil itu memakai giwang emas. Namun yang jadi masalah, bagaimana hakim bisa membedakan motivasi pencuri dalam mengambil barang.

C.   SYARAT ORANG YANG HARTANYA DICURI
Selain adanya syarat yang harus terdapat pada pencuri dan barang yang dicuri, syarat berikutnya adalah syarat yang terkait dengan orang yang kecurian. Syarat ini juga harus termasuk salah satu dari tiga kondisi :
1.       Dia adalah pemilik asli barang yang dicuri, atau
2.       Dia adalah orang yang diamanahi untuk menyimpan atau memegang harta itu, atau
3.       Dia adalah orang yang menjadi penjamin atas barang itu seperti orang yang menerima gadai.
Dengan demikian, bila seseorang yang kecurian barang namun dia bukan pemilik atau yang diamanahi atau yang menjadi penjamin barang itu, maka bukan termasuk pencurian yang dimaksud.
Sama halnya dengan seorang pencuri yang baru saja berhasil menggarap harta orang lain tiba-tiba barang itu dicuri lagi oleh pencuri lainnya, maka pencuri kedua tidak termasuk pencuri yang dimaksud. Karena dia mencuri barang bukan dari pemilik sahnya. Para ulama menqiyaskan tindakan mencuri barang curian dari seorang pencuri sama halnya dengan mengambil barang dari jalanan. Disitu tidak ada unsur penjagaan (hirz)

D.   SYARAT TEMPAT KEJADIAN PERKARA
Sebuah pencurian bisa dikatakan sah bila terjadi di negeri yang adil dimana tidak terjadi perang disitu atau bukan daerah konflik bersenjata. Begitu juga pencurian itu terjadi bukan di daerah kekuasaan Islam, maka hukum hudud potong tangan tidak bisa dilakukan. Di dunia ini negeri yang secara formal menerapkan hukum Islam secara resmi barangkali hanya Saudi Arabia saja. Sedangkan negeri arab lainnya, sayang sekali, belum lagi menerapkannya secara formal. Padahal bila dilihat dari sisi syarat dan dan kemampuan, sebenarnya masing-masing negara arab dan yang berpunduduk mayoritas muslim bisa saja menyepakati untuk menjalankan syariat Islam dalam hukum positif mereka.
Dengan demikian, maka mereka akan termasuk orang yang menjalankan hukum yang Allah turunkan. Karena penolakan terhadap hukum Allah akan berakibat pada gugurnya ke-islaman seseorang.
E.    SYARAT PENETAPAN DARI LEMBAGA PERADILAN YANG RESMI
Selain tempat kejadian perkara harus berada di dalam wilayah hukum Islam yang resmi, syarat berikut adalah kasus pencurian itu harus diangkat ke meja pengadilan yang sah dan legal. Selama kasus pencuria itu belum diangkat ke meja pengadilan, maka tidak ada kebolehan bagi siapa pun untuk melakukan eksekusi potong tangan.
Yang dibolehkan untuk menjatuhkan vonis potong tangan hanya pengadilan yang resmi, legal dan sah serta diakui oleh negara secara formal. Ada pun pengadilan 'swasta' yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dari umat Islam, haram untuk menggelar pengadilan syariah, apalagi menjatuhkan vonis atau pun juga melakukan eksekusi. Kalau sampai terjadi, maka semua yang terlibat di dalamnya terhitung melakukan tindak kriminal, sehingga semua yang terlibat itu malah harus dijatuhi hukuman.

F.    SYARAT ITSBAT
Bila seorang pencuri tertangkap dan semua syarat untuk pencurian sudah tersedia, lalu digelar pengadilan oleh lembaga peradilan yang sah, maka tinggal satu hal lagi yang harus dikerjakan, yaitu itsbat. Yang dimaksud adalah penetapan oleh pihak mahkamah / pengadilan / qadhi dalam memvonis seseorang itu benar-benar mencuri dan memenuhi syarat pencurian.
Hukum potong tangan tidak bisa dijatuhkan oleh qadhi sebelum dilakukan itsbat atau penetapan bahwa pencurian itu dilakukannya. Itsbat atau penetapan ini dalam prakteknya hanya mungkin dilakukan dengan salah satu dari dua cara, yaitu adanya saksi atau adanya pengakuan dari si pencuri sendiri.
1.       Pembuktian Dengan Saksi
Kesaksian dari orang lain sebagai saksi aka menentukan apakah seorang bisa dibuktikan sebagai pencuri atau bukan. Namun untuk bisa dijadikan saksi, diperlukan beberapa persyaratan :  
a.       Jumlahnya minimal dua orang. Keduanya laki-laki, sedangkan wanita tidak diterima kesaksiannya.
b.      Keduanya adil, sedangkan orang fasik tidak diterima kesaksiannya.
c.       Kesaksian itu dilakukan langsung dimana saksi secara nyata memang melihat peristiwa pencurian itu, bukan sekedar perkiraan atau dugaan semata. Sedangkan persaksian atas persaksian tidak bisa diterima.
2.       Pembuktian Dengan Pengakuan
Bila tidak ada saksi, maka hal yang bisa dijadikan istbat justru datang dari pengakuan si pencuri. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa pencuri yang mengaku itu harus seorang yang merdeka dan bukan budak.

Kalau kita perhatikan semua syarat di atas, nyaris dalam kenyataannya, kita tidak akan pernah melakukan hukum potong tangan. Maka boleh kita bilang bahwa hukum potong tangan itu lebih merupakan hukum yang Allah wajibkan hanya apabila kasusnya sudah sangat berat dan hanya bila semua syarat itu terpenuhi.
Kalau ada satu syarat yang tidak terpenuhi, lalu apakah pencurinya dilepas begitu saja?
Jawabannya tentu tidak. Ini juga merupakan kesalah-pahaman yang rada parah tapi sempat berkembang di tengah umat Islam. Pencuri itu tetap bersalah karena melakukan pelanggaran, tetapi karena syarat potong tangan tidak terpenuhi, maka dia tidak perlu dipotong tangan.
Hukumannya bisa ditentukan oleh hakim atau oleh undang-undang yang disahkan, seperti dipenjara, didenda, dicambuk atau dipukul, dan segalam macam hukuman lain yang dianggap oleh para ahli bisa memberikan pelajaran berharga kepada pencuri.
Oleh karena itulah judul tulisan ini jelas sekali : “Siapa bilang semua pencuri harus dipotong tangan?” ya, tidak semua pencuri harus dipotong tangannya. Dan syariat Islam itu bukan syariat yang kejam seperti yang dihembuskan oleh orang-orang yang kurang ilmunya itu.

(bersambung lagi)

Jakarta, 22 – 08 – 2012 



Catatan Harry :
Tulisan ini merupakan status facebook dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc. MA. yang saya sambungkan dan ditulis ulang di sini demi untuk kepentingan dakwah semata. Pembaca dapat menghubungi Ustad Ahmad Sarwat di halaman facebooknya di  http://www.facebook.com/pages/Ahmad-Sarwat/. Selain di halaman social net beliau juga dapat dikunjungi di situs www.ustsarwat.com dan http://www.rumahfiqih.com/.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya