Honda

Aku mengenalnya belum lama, tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun. Dia sepertinya sudah mengenalku lama sekali. Dan aku dalam sekejap saja sudah bisa mengenali kebiasaan-kebiasaan konyolnya. Caranya bersin, cara ngupilnya sambil bengong dan tentu saja caranya berura-pura tidur untuk menghindari telpon dari mantan-mantannya. Lalu kalau tiba-tiba mereka dating ke rumahnya dia akan menapilkan wajah tak berdosa sambil berkata : “Ya ampyuuun, gua lupa banget HP ditinggal di ruang tamu,Dear!”
 Dia selalumemanggil mereka dengan sebutan itu dear,wow! Siapapun yang pernah mendengar dia mengucapkan kata itu akan melayang. Paling tidak itulah yang ku lihat dari mantan-mantannya. Mereka selalu datang kembali setelah menyakitinya, lalu pergi dan kembali lagi. Dan walaupun dia sudah bosan untuk menghindar, dia tetap tersenyum.
Andai kamu belum sempat mendengarnya melafalkan kata : Dear itu jangan pernah berani menatapnya tersenyum! Kamu akan terhisap oleh energy seperti black hole  menghisap bintang di angksa. Lalu saat ku sadari kau sudah berada di beranda rumahnya, membawkan makanan kecil aneka rupa, memakai baju terbaikmu dan menampilkan senyum terbaik versimu. Seperti aku malam ini, berubah ubah posisi duduk lalu berdiri selama 20 menit ini, menunggunya mandi dan berganti baju. Andai aku sedang menunggu ibuku ganti baju aku pasti sudah gedor-gedor pintu dan berteriak. Tapi itulah cinta, wajahnya mengalihkan duniamu!
Seperti kemarin malam, dia keluar malam ini dengan pakaian yang indahnya. Satu stel daster panjang dipadu dengan sweater merah jambu yang romantis. Dengan senyumnya yang menawan dia terlihat seperti Celine dion menyanyikan my heart will go on di Ajang Oscar 1997. Aku sejenak menjadi dCaprio di pesta dansa Titanic, senyumku mengembang dan hatiku tumbang di haribaannya.
Kami bercerita dari humor sampai horror. Dari iklan lowongan kerja yang salah ketik sampai baju ibu kost depan pun bisa dikomentari. Semua nya jadi begitu seru.   Sampai aku mendengar suara kucing mengeong, ring tone, lalu aku ditinggalkannya untuk beberapa menit. Dia tidak ke mana-mana, hanya menerima telepon di depanku. Tidak terlalu lama, tapi rasanya aku sudah ingin membanting telepon itu ke lantai.
Lalu jam berputar seperti harga gula di awal bulan puasa, cepat berlalu dan sangat tidak diinginkan. Saatnya untuk pergi, tapi aku juga sangat menyukai saat ini. Karena ini artinya sebentar lagi kita akan membuat janji. Ketemuan di mana saja, di pasar ikan yang bau, di terminal bis ataupun di resto hotel sama saja. Aku sudah member daftar aneka makanan dan suasana yang romantis (baca : cocok) untuk PDKT tahap ke dua ku. Wajahnya kelihatan sedikit tidak tertarik, lalu sambil menyunggingkan senyum blackhole itu dia berkata :
“ Di sini OK! See U at eight ya?”
“Ok”
Jauh-jauh sekali di lubuk hatiku aku berteriak keras
 “Horee!”
….
Waktu menunjukkan jam empat sore, aku berkelebat di lorong kantor sambil menelepon.
“Pulang bareng aku yuk? Tak bonceng, nanti sekalian biar cepet sampai”
“Aduh, maaf ya, Den. Aku sudah janjian sama teman-temanku mau pulang bareng naik bis.”
“Oo.. gitu ya? Tapi nanti malam jadi kan?”
“OK!”
Bel kantor berbunyi, aku menendang pedal dengan semangat empat lima. Honda bebek yang ku banggakan. Ku beli dengan uang sendiri, ku modifikasi untuk menunjukkan keaslian kelelakianku. Selalu saja ku pacu dengan kecepatan Rossi dan menikung gaya Mc Doohan hanya untuk memuaskan adrenalin belaka. Malam ini dia akan menunjukkan baktinya untuk membonceng puteri dari khayangan. Sejak pagi sudah ku cuci dengan sabun wangi dan kulap dengan larutan silicon yang mengkilapkan body dan melicinkan jok kulitnya. Top lah!
Sore ini aku sedikit kalem. Ada nenek menyebrang ku beri jalan, ada angkot menyalip ku balas senyuman, jarum kecepatan tak pernah melewati 50 Km/jam. Aku mengendarai sepeda motorku seperti orang ujian SIM C di Samsat. Tiba-tiba mobil di depan berhenti, aku pun melambat sambil menyalip lewat kiri. Seratus meter di depan adalah kantornya, puteri khayangan ku. Aku tetap di jalur kiri bersama ratusan sepeda motor yang membanjiri jalan Ahmad Yani di sore ini. Perlahan merayap aku di jalur kiri, berharap bertemu dia, bis kota jauh di belakang jadi mudah-mudahan dia mau ku bonceg sore ini. Namun yang ku lihat sangat membingungkan.
Puteri cantik berbalut warna senada berdiri di pinggir jalan raya, tidak di halte depan kantornya. Wajahnya berubah sumringah saat sebuah Honda jazz menepi. Seorang lelaki muda berkaca mata hitam keluar dari kabin kemudi. Tanpa mempedulikan unyi klakson bersahut-sahutan memprotes tindakannya, lelaki keren itu bergerak ke kiri dan membuka pntu depan Jazz-nya. Setelah menutup pintu dia kembali ke kursinya di belakan kemudi lalu berlalu mnghilang di kemacetan Surabaya. Sepuluh meter di depanku, aku sejenak kehilangan indra pendengaranku. Aku mematung tak pedulikan klakson yang hingar binger di belakang Honda-ku.
Malam itu aku mematikan HP, menutup pintu kamarku, menaikkan selimutku. Aku menggenggam kunci motor-ku. Berfikir keras bagaimana Puteri khayanganku berlalu di depanku dengan seorang lelaki keren di atas Honda Jazz. JAZZ, JAZZ, JAZZ…
Aku keluar dari kamarku, berjalan pelan ke depan rumahku. Ku hampiri Honda bebek kesayanganku itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya