Orange Hotel


Sebulan lalu waktu benchmark ke MTW saya bisa menulis dua seri catatan yg lumayan panjang kalau dibaca lewat BB. Kali ini saya menuliskannya setelah satu hari di Malang. Kenapa ya? Karena perjalanan kemarin itu berbeda. Bu Mila mengomentari "hahaha...", istri saya meminta saya mengkonfirmasi berulang-ulang begitu tahu judulnya.
Isi pelatihannya sendiri saya pasrahkan kpd forum,apakah mau dibeber semuanya atau mau dipilih-pilih yg sesuai dgn kita saja. Ada lima bab dan sebagian tidak akan pernah ditemui di Grati. Yg jelas tentang Tanggap Darurat akan saya perioritaskan karena itu pertanyaan Bu Nisa yg saya tanyakan ke salah satu dosen di sana. Intinya saya siap saja kalau diminta sharing di Lab, hitung-hitung persiapan remedial dua minggu lagi. Remedial? Iya,atau kita sebut HER. Ini salah satu yg membuat diklat kemarin menyenangkan. Ujian kompetensinya berskala nasional, dilaksanakan oleh lembaga yg kompeten & diakui negara oleh aturan-aturan LH. Tapi seperti alasan saya untuk kuliah dulu, saya tidak terlalu tertarik dgn semua previlege itu, saya hanya suka penaklukannya. Dan belajar adalah sebuah proses penaklukan yg seru. Walau begitu percayalah saya sama sekali tidak main-main, layaknya soalnya yg juga tidak main-main. Dan tidak sedikitpun saya berharap ikut ujian remedial.
Pelatihan ini judulnya EPCM (Enviroment Pollution Control Manager) atau Manajer Pengendali Pencemaran Air (MPPA). Dari judulnya saja sudah bisa ditebak siapa saja yg akan datang. Rata-rata adalah praktisi lingkungan atau teknologi lingkungan yg senior atau diproyeksikan untuk jabatan senior. Salah satu ciri senior yg sangat kentara di kelas kami adalah mereka mengerti garis besar proses bisnisnya tapi tidak terlalu memahami hal detil selain yg ditulis di hand book. Jadi kalaupun saya memakai jas berdasi begitu rapi, saya tetap akan terlihat berbeda. Yang ingin saya ceritakan di sini sebenarnya diilhami seorang senior di kelas kami.
Kelas diawali sebuah pre-test yg ringan,semua mengerjakan dengan riang gembira. Lalu kita pun belajar di kelas dengan santai di hari pertama. Karena santainya beberapa siswapun dgn kreatifnya menyusun rencana malam panjang di Jakarta. Di hari kedua semua berbeda, sebabnya panitia membagikan hasil pre-test pagi-pagi. Saya termasuk yg pura-pura tidak kaget atau terpengaruh angka jongkok di kertas itu. Padahal saya tahu sejak hasil itu dibagikan kelas jadi riuh, lebih fokus dan rencana malam panjang di luar berubah menjadi belajar bersama yg mirip talk show di Lobby hotel yg warnanya mirip halaman PAUD itu.
Adalah salah satu senior dari sebuah perusahaan Oil & Gas di kelas kami yg mengambil inisiatif. Dia menandai lewat kelakar-kelakarnya silabus atau materi yg kemungkinan besar akan keluar di uji kompetensi nanti. Lalu kelakar itu bergulir menjadi gerakan masif sekelas. Ada yg mengingat-ngingat soal lalu diketik ulang dan dibagikan ke seluruh siswa. Ada juga yg rajin menulis & menandai penekanan-penekanan materi dari dosen. Ada juga yg seperti saya : kebingungan di tengah samudra. Kalo ga lebay ga seru!!
Di hari ketiga kamipun mengikuti post test, tentu strategi sudah sangat siap. Kami benar-benar mengingat soal-soal tsb, beberapa menulis ulang di media yg lain. Haram kah? Menurut saya itu sangat sah, karena kami menyalin soal setelah selesai post test & post test itu dikeluarkan lembaga diklat bukan lembaga sertifikasi kompetensi. Satu hal, tidak satupun siswa membuka buku saat test, padahal kami tidak diawasi ketat. Bahkan itu adalah langkah jenius, semua yg pernah sukses di bidang studi eksakta tahu bahwa sukses dlm ujian sering kali lurus dengan kerajinan berlatih soal.
Malam menjelang uji kompetensi sangat menegangkan. Hujan mengguyur Tebet begitu deras sampai-sampai saya baru makan malam jam 9.  Saya yg kebingungan di tengah badai tadi tidak punya Bank soal. Lalu saya nekat mengetuk pintu kamar salah satu  peserta yg kebetulan dikirim berdua dari satu perusahaan. Di kamar itu kami bertiga membahas aneka soal sampai larut malam menjelang dini hari.
Dan sama seperti ujian di mana pun,sebanyak apapun kita belajar kita tidak pernah terlalu yakin. Dan sabtu pagi itu begitu berkesan, secara pribadi saya sangat merindukan suasana ujian yg serius. Berita baiknya adalah banyak soal yg sangat mirip dgn bank soal kami semalam. Walau berita buruknya ada beberapa yg semalam tidak terjawab. Akhirnya apapun hasilnya kami semua bertawakal kepada-Nya. Kami kembali bercanda lepas saat semua keluar dari ruang ujian. Rasanya hotel itupun jadi lebih orange setelah ujian selesai.
Andai & mudah2an kami semua lulus, maka itu karena Allah menghendaki. Lewat hadirnya seorang pemimpin seperti beliau. Memiliki visi meluluskan semua siswa yg diwujudkan lewat misi menyediakan latihan soal yg banyak & kelas yg aktif. Beliau menggerakkan tanpa menyuruh tapi dengan membuat kami merasa terlibat. Beliau menghukum tanpa menyakiti tapi dengan terus mengulang nilai2 jelek yg kami dapat lewat kelakarnya. Saya pernah aktif di beberapa organisasi, sbg pimpinan atau bawahan, model kepemimpinan seperti ini sangat baru. Bahwa kita tidak perlu punya gelar lbh mentereng utk memimpin. Bahwa kita tidak harus lebih tua utk dituakan. Bahwa kita tidak perlu memincingkan mata utk mengesankan ketegasan. Bahwa kita tidak perlu malu bertanya & belajar untuk meraih penghormatan. Bahwa ternyata hati kita bisa merasakan ketulusan yg tak mengharap imbalan.
Untuk yg saat ini sedang berada di luar plant, bukalah mata telinga & hati lebar2. Mungkin kamu bisa menulis cerita yg lbh menginspirasi dari ini. Tapi andaipun belum sempat, siapkan saja knowledge sharingnya!
Dan jangan lupa doakan kelulusan saya dkk ya!
Wallaahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqih Jinayat (4) : Siapa Bilang Semua Pencuri Harus Dipotong Tangannya?

Cerita Dadar Gulung

Sang Surya